29 July 2005

Kopi Bengkulu vs. Kopi Sidikalang

Pada suatu hari, saya kaget karena menerima email dari Shanty yang menawarkan apa saya mau mencoba kopi dari Bengkulu. Apa? Wah, saya tidak pernah mengatakan tidak untuk kopi. Tidak mungkin lah yaw! Akhirnya kami mengatur waktu untuk ketemuan di salah satu tempat saya suka bersembunyi yaitu sebuah kafe di bilangan Sudirman.

Ketika kami bertemu di tempat kejadian perkara yang telah ditentukan sebelumnya, Shanty yang rupanya sangat pemalu dan pendiam ini langsung menyerahkan sebungkus plastik kopi Bengkulu. Shanty meminta kopi ini dari seorang sahabatnya hanya untuk diberikan pada saya. Keluarga sahabatnya ini memiliki perkebunan kopi di Bengkulu. (Wah, betapa baiknya dirimu, Shanty. Trims ya). Shanty sendiri mengakui kalau dia tidak suka ngopi yang berasal dari biji kopi asli karena dia lebih memilih untuk ngopi dari kopi instant hanya untuk menghilangkan rasa kantuk yang melanda matanya.

Ketika ngobrol ngalor-ngidul, saya sempat menyebut bahwa kadang-kadang kualitas kopi bisa berubah menjadi tidak enak kalau kita terlalu lama menyimpan kopinya. Shanty langsung minta maaf karena tidak langsung memberikan kopinya begitu dia menerima kopinya. Saya sih bilangnya gak apa-apa. Yah, saya mah gak perduli soal kualitas kopi, terutama bila saya dikasi kopi yang belum pernah saya coba. Yang penting khan kondisinya masih bagus. Ya, kopi Bengkulu memang baru untuk mulut saya. Selain itu, walaupun Shanty sudah menyimpannya selama 2 minggu, saya pikir sih kondisi kopinya sendiri masih baik karena saya masih bisa mencium aroma kopinya bahkan sebelum kopi itu dibuka. Kopinya beraroma coklat. Hah, coklat? Saya juga kaget bahwa saya akan mencium bau coklat dari kopi ini. Sangat menarik!

Di rumah, ketika saya membuka bungkus plastiknya, kopi ini ternyata berwarna coklat tua. Sewaktu saya mencium biji kopinya, bau coklat yang kuat menyeruak ke dalam hidung saya. Ketika diseduh dengan air panas, saya bisa mencium bau yang merupakan campuran dari aroma coklat dan aroma kopi robusta. Baunya berkarakter antara lembut dan dalam. Ketika diminum, kopi ini terasa lembut sekali, tapi anehnya aroma coklat yang tadi saya cium tidak terdapat di mulut saya sedikit pun. Mulut saya sih bilang kalo kopi Bengkulu ini adalah robusta asli dan punya rasa yang dalam tapi lembut. Aha! Inilah alasan kenapa saya begitu menyukai proses pengicipan kopi. Kadang-kadang kita tidak bisa menilai rasa kopi dari aromanya karena aroma kopi bisa berbeda dari rasa kopi itu sendiri.

Saya mencoba membandingkan kopi Bengkulu ini dengan kopi Sidikalang yang saya terima dari Tiur. (Thanx ya, Ito Tiur). Kopi Sidikalangnya cap Sarang Tawon dan diproduksi oleh pabrik Tunggal Jaya Prima di Medan ini. Rasa dari dua kopi ini hampir sama, tapi tetap saja karakter kopi Sidikalang ini sangat kuat sekali, baik di aroma dan rasa, dan tentu saja tanpa aroma coklat. Buat yang mau ngopi kopi yang mirip-mirip kopi Sidikalang tapi tidak bisa bertoleransi dengan karakternya yang kuat, mungkin kopi Bengkulu bisa dijadikan pilihan alternatif ngopi yang nikmat. Ini semua karena hampir semua aspek dari kopi Bengkulu hampir sama dengan kopi Sidikalang, hanya saja kopi Bengkulu datang dalam versi yang lebih lembut.

Yak, memang nikmat sekali ngopi kopi Bengkulu ini pada saat kita ingin menikmati kopi robusta yang lembut, mungkin di sore hari bersama teman-teman dengan topik pembicaraan yang ringan-ringan saja. Hmmm…….

Salam ngopi di siang hari ketika rasa ngantuk melanda dengan hebatnya.

Bengkulu Coffee vs. Sidikalang Coffee


One day, I was surprised that an email-pal, Shanty, asked me whether I wanted to taste coffee from Bengkulu or not. What? Well, I did not say no for coffee. Impossible! So we arranged sometime to meet each other in one of my favorite café in Sudirman area.
During our meeting, the shy Shanty handed over a big plastic bag of Bengkulu coffee. Shanty asked the coffee from her friend just for me. The family of her friend has a coffee plantation back in Bengkulu. (Wow, what a nice person you are, Shanty. Thanx). Shanty admitted that she does not like coffee bean that much as she prefers to drink instant coffee to kill her sleepy feeling.
When I explained that the quality of the coffee would go bad when we keep the coffee for the longer time, she was then sorry not to give the coffee right after she received the coffee from her friend. Then I said that was okay. Well, if it is a new kind coffee that I had never tasted, then I do not care as long as it is still in good condition. Yup, Bengkulu coffee is new to my mouth. Besides, although she had kept the coffee for two weeks, I think the condition of the coffee was still good as I still can smell its strong aroma even before I opened the plastic bag. It had a chocolate aroma. Chocolate? I was surprised too that I would experience a chocolate flavor from this coffee. Very interesting!
At home, as I opened the plastic bag, the color of the coffee was dark brown. As I smell the coffee bean, a strong chocolate flavor came to my nose. When I mixed the coffee with a hot water, I can smell a mix of chocolate aroma and Robusta coffee aroma. The smell is between smooth and deep. When I drunk the coffee, the taste was so smooth, but surprise that the chocolate aroma that I smell did not reflected in my mouth. My mouth said that the coffee is purely Robusta and had a deep taste but still smooth. Aha! This is why I like the process of coffee cupping. Sometimes you cannot judge the taste of a coffee from its aroma as the aroma might be different from the taste.
I compared the Bengkulu coffee with Sidikalang coffee that I received from Tiur. (Thanx, Tiur). The brand of the Sidikalang coffee is Sarang Tawon (Bees' Nest) and produced by Tunggal Jaya Prima in Medan. The taste of the two coffees was almost the same, but still the Sidikalang coffee is stronger in aroma, smell and taste, and of course without the chocolate aroma. For those who wanted a similar coffee like Sidikalang coffee but could not tolerate its strong character, I may suggest to try the Bengkulu coffee. Almost all aspects of Bengkulu coffee is the same like Sidikalang coffee, only it comes in a softer version.
Yep, nice to drink this Bengkulu coffee in a moment when you really want to enjoy smooth coffee, maybe in the afternoon with some friends and with a light topic to talk about. Hmmm….
Have a nice cup of coffee!!!


14 July 2005

Ngopi di Republika


Pada suatu hari, saya menerima email dari wartawan media massa Republika, yaitu mas Heri, yang menyatakan keinginannya untuk mewawancarai saya mengenai kopi. Beliau juga bilang bahwa beliau mendengar wawancara mbak Ida dan mas Krisna di Delta FM dengan saya. (Wah, mas Heri ini juga pendengar setia Delta FM ya!) Weleh weleh, ini mengejutkan sekali sekaligus juga membuat saya jadi agak ge-er. Lha, dari sekian banyak pengopi di muka bumi Indonesia ini, kok malah saya yang di pilih ya? Saya pun sampai berpikiran, jangan-jangan mas Heri ini lagi mimpi dan mengigau. Ha ha ha.

Tawaran mas Heri ini tentu saja tidak saya tolak. Akhirnya wawancara itu pun dimuat pada edisi Republika tanggal 12 Juni 2005. Kalau dibaca, maka anda akan menemukan kumpulan apa yang saya tau mengenai kopi dengan bahasa seorang mas Heri yang wartawan itu. Tentu saja bahasanya lebih baik dari bahasa yang saya pergunakan di blog saya ini. Selamat menikmati tulisan mas Heri di bawah ini, tentu saja sambil ngopi ya….. He he he……


---------------------------------------------------------


Minggu, 12 Juni 2005 18:42:00

Meneguk Nikmatnya Secangkir Kopi

Secangkir kopi yang nikmat ternyata melibatkan banyak hal. Dari memilih biji kopi, mengolahnya menjadi bubuk kopi, sampai menyeduhnya. Semua ada caranya.

Apa arti kopi bagi Anda? Bagi para penggemar fanatiknya, kopi adalah bagian yang tak bisa dipisahkan dalam kehidupan sehari-hari. Secangkir kopi akan selalu menjadi teman setia pada saat-saat tertentu.

Di Indonesia, "si hitam" yang beraroma menggoda ini, digandrungi banyak orang. Tak pandang pria, atau wanita. Meski begitu, tak banyak dari mereka yang benar-benar paham bagaimana memilih, menyimpan, dan menyajikan kopi dengan baik. Jika Anda pun termasuk dalam kelompok ini, rasanya Anda perlu menyimak penuturan Astrid Amalia, penggemar berat kopi, yang punya pengalaman dan pengetahuan luas tentang kopi.

Menurutnya, kopi yang banyak dijual di pasar Indonesia adalah jenis arabika dan robusta. Anda bingung membedakannya? Masing-masing jenis memang memiliki ciri tersendiri. Robusta memiliki biji yang berbentuk bulat dan bergaris tengah lurus. "Sedangkan jenis arabika berbentuk lonjong dan bergaris tengah bergelombang," ujar wanita yang tiga tahun terakhir ini serius mempelajari kopi dan sudah menguasai coffee cupping yakni proses mengenali dan mencicipi kopi, baik melalui karakter, warna, maupun rasanya.

Dalam hal harga, kopi arabika lebih mahal dibanding robusta. Kandungan kafein dari kedua jenis kopi ini pun berbeda. Robusta mengandung antara 2,8 persen sampai 4,0 persen kafein. Sedangkan kandungan kafein pada kopi jenis arabika hanya 1,0 persen sampai 1,7 persen. "Karena kadar kafein arabika lebih sedikit, maka keunggulan arabika adalah tidak membahayakan perut Anda walaupun rasanya agak asam di mulut," kata wanita yang gemar minum kopi sejak kecil ini. Lantaran harganya lebih murah dan kadar kafeinnya tinggi, kopi robusta banyak digunakan untuk produk kopi instan.

Namun, bagi pecinta kopi sejati, kopi instan dirasa "kurang mantap" dibanding kopi biasa. "Bagi saya, misalnya, kopi instan sudah melalui proses mesin yang menghilangkan sifat alami dari kopi," ucap konsultan bisnis pada sebuah perusahaan ini. Sifat alami yang tak bisa ditemukan dalam kopi instan adalah aromanya yang harum dan cita rasanya yang khas.

Selain biji kopi, kualitas kopi juga ditentukan oleh bagaimana kopi itu disimpan. "Makin lama kita menyimpan dan mengonsumsinya, makin menurun pula kualitas kopi itu." Apalagi, jika kopi itu disimpan dalam tempat yang tidak kedap udara dan tembus pandang. Patut Anda ingat, musuh utama kopi adalah udara dan cahaya. Karena itu, bila Anda membeli kopi, pilihlah yang dikemas dalam bungkus yang kedap udara dan tidak tembus pandang.

Di rumah pun, Anda mesti menyimpan kopi dalam wadah yang tertutup rapat dan tidak tembus cahaya. Bila perlu, bagian dalam dari tutup atasnya dilapisi dengan aluminium foil supaya udara tidak bisa masuk. Dan bila suatu kali Anda membeli kopi yang sudah digiling atau kopi dalam kemasan, usahakan membeli dalam jumlah sedikit saja. "Mungkin untuk pemakaian sampai kira-kira seminggu atau dua minggu, supaya kopi yang kita konsumsi itu kualitasnya masih baik."

Akan lebih baik lagi bila Anda menyimpan kopi yang sudah digoreng, tapi masih dalam bentuk biji. Bila Anda hendak mengonsumsinya, gilinglah biji kopi dengan takaran untuk sekali pakai atau kalau mau praktis, gilinglah kopi dengan takaran untuk konsumsi selama seminggu. "Cara seperti ini akan mempertahankan rasa, aroma, dan kualitas kopi yang Anda konsumsi."

Bagaimana bila kopi yang kita simpan tiba-tiba terasa lembab? Segera masukkan bubuk kopi ini ke dalam lemari es. Tapi ingat, bukan di bagian freezer. Masukkan wadah penyimpan kopi dengan tutup setengah terbuka di dalam kulkas, dan biarkan semalaman. Proses ini akan membantu bubuk kopi kering kembali.

Cara menyeduh kopi

Menyajikan secangkir kopi juga ada caranya lho. Cara yang paling baik, menurut Astrid, adalah dengan menyeduh sesendok teh bubuk kopi dengan air panas. Untuk air panasnya, Astrid menyarankan, air mineral yang tidak dididihkan terlalu lama. "Begitu keluar gelembung pertama, langsung angkat." Air yang terlalu mendidih, menurut Astrid, justru akan merusak cita rasa kopi.

Sebab, air yang terlalu lama mendidih bisa membuat kopi yang sebenarnya sudah digoreng, menjadi gosong. Bagaimana jika suatu kali Anda mendidihkan air terlalu lama? Bila ini terjadi, Astrid menyarankan untuk mendiamkan dulu air itu selama sekitar dua menit. "Biarkan, agar suhu air itu sedikit menurun."

Saran lainnya, jangan langsung meminum kopi yang baru diaduk dalam cangkir. Sabarlah, tunggu sekitar tiga menit, baru diminum. Anda bisa menambahkan gula atau tidak, tergantung selera. Bila Anda pecinta kopi hitam tanpa ampas, maka setelah menunggu tiga menit tadi, kopi langsung bisa disaring dan mungkin dicampur gula bila suka.

Selain gula, Anda bisa pula mencampur kopi dengan bahan lainnya seperti susu dan krimer. Nah, agar benar-benar nikmat waktu diminum, kopi yang telah diseduh itu harus diminum dalam jangka waktu 30 menit setelah dihidangkan. "Terlalu lama dibiarkan, kenikmatannya bisa berkurang."

Espresso dan cappucinno Saat ini, terdapat aneka sajian minuman dari kopi. Bila Anda mampir ke kedai kopi ternama, mungkin Anda akan ditawari espresso atau cappucinno. Menurut Astrid, espresso adalah segelas mungil kopi hitam kental yang dibuat melalui proses menekan air panas (dengan mesin espresso) melewati biji kopi yang sudah dipadatkan dengan tekanan tingkat tinggi.

Lamanya pembuatan espresso itu sekitar 15 sampai 20 detik. Hasilnya adalah segelas mungil kopi kental dengan cita rasa yang cukup mantap. Biasanya, espresso diminum begitu saja, tanpa campuran apapun. Menurut Astrid, keunggulan dari espresso adalah kandungan kafeinnya lebih sedikit dibanding dalam kopi tubruk. Penampilannya juga cantik. Ini berkat crema, lapisan tipis berwarna emas yang terdapat di permukaan espresso. "Espresso yang sempurna mempunyai crema yang berwarna emas dengan ketebalan kira-kira lima milimeter, dan ketika diangkat dengan sendok, crema tersebut tidak langsung menetes ke bawah," tutur Astrid.

Biasanya, espresso diminum dalam cangkir mungil yang disebut demitasse. Espresso juga bisa dipakai sebagai bahan dasar untuk beberapa jenis minuman dari kopi, semisal cappucinno. Apa pula yang disebut cappucinno? Ini adalah campuran antara sepertiga kopi espresso, sepertiga susu cair, dan sepertiga busa susu. Untuk cita rasa terbaik, pilih jenis kopi arabika untuk cappucinno Anda.

(hri)