02 September 2004

THE HERITAGE OF COFFEE MAKING IN INDONESIA

Beberapa waktu lalu, saya dan beberapa teman sangat beruntung sekali mendapat pencerahan mengenai kopi dari Mbak Syenny, salah satu pemilik dari Bakoel Koffie. (Sebetulnya wanita yang satu ini harusnya dipanggil Ibu. Emang udah emak-emak sih. Tapi karena beliau ini gaya dan gaul abis, maka saya lebih enakan manggil dia Mbak. Duh, penting gak seh?)

Di bawah ini saya copy-in dan jiplak-in makalah “pencerahan” beliau tentang kopi. Lumayan khan, itung-itung nambah lagi pengetahuan anda tentang urusan perkopian ini. BTW, maaf, ”pencerahan” nya masih memakai bahasa asli dari makalahnya, yaitu bahasa inggris. Abis, males bener deh hari gini menterjemahkannya makalah. Emang nya gak ada kerjaan lain ye???

Sebelumnya, terima kasih banyak saya ucapkan kepada Mbak Syenny yang telah memberikan izin bagi saya untuk menyebarluaskan makalah beliau, baik melalui blog pribadi saya maupun beberapa milis yang ada.

Silahkan menikmati!!!
---------------------
THE HERITAGE OF COFFEE MAKING IN INDONESIA
From Beans to Cup


(Taken from a presentation by Syenny C Widjaja – owner of Bakoel Koffie)

COFFEE HISTORY

1699: Arabica Coffee was first planted by the Dutch in Indonesia (Batavia: Bidara Cina, Jatinegara, Palmerah, and Kampung Melayu)

1707: VOC established coffee plantation in Priangan and Cirebon (Central Java)

1711: First Arabica beans from Java was exported to Amsterdam

1750: First Arabica seed was planted in Sulawesi (Tana Toraja)

1800: VOC required farmers to plant coffee and sold at predetermined price (verplichte Levering Stelsel)

1833: Spread to Bengkulu

1841: Spread to West Sumatra

1870: Giving the right to private plantation to use the land for 75 years, Undang-Undang Agraria (Agrarische Wet). Coffee plantation flourished in East Java.

1880: Spread to Aceh, North Sumatera – Tapaktuan, Takengon, Danau Laut Tawar

1880-1884: Indonesia coffee reached the highest production level at 95,000 tones / year

1876: Leaf Rust Disease killing all Arabica Coffee plants except those at and above 1000 meter elevation from sea level

1878: The first local roaster established “Tek Sun Ho” coffee store in West Jakarta. Kopi Luwak was one of its specialty coffee offered to its customers up till 1950’s.

1900: First Robusta Coffee was planted in Indonesia (seed from Congo, Africa)

1927: Go Soe Loet’s coffee plantation in West Java. Later it expanded to produce coffee brand “Kapal Api” local market leader.

1930: “Aroma” coffee store was established in Bandung

1935: “Kopi Bali” established in Bali

1991: Go Soe Loet opened “Excelso” cafĂ© and launched coffee brand “Excelso”

2001: The fourth generation of Tek Sun Ho revitalizing the heritage of coffee making under the name of “Bakoel Koffie”.

STATISTIC IN INDONESIA
(Source: BPS)

Planted area:
1. Large estate: 63 kHa
2. Small holder: 1055 kHa

Production:

1. Large estate: 30 k tones
2. Small holder: 466 k tones

Consumption:

1. Export: 346 k tones = 71%
2. Domestic: 144 tones = 29%

Conclusion:

1. Coffee production is dominated by small holder plantations
2. Coffee in Indonesia is an export commodity
3. With 210 million population, Indonesia has 0.7kg/person/year coffee consumption

FACTS

Indonesia rank number four as coffee producing country from 1999 to 2002 after Brazil, Vietnam and Colombia; and before Mexico. (Source: www.commodities-now.com)

Harvesting period in different part of the region in Indonesia:

1. Java: from June to October
2. Sulawesi: from May to November
3. Timor: from June to September

COFFEE CHAINS OF CUSTODY

1. From large estate to export
2. From coffee farmers to coffee traders to export or to local roasters. Local roasters are divided into: specialty coffee (Bakoel Koffie – Jakarta, Aroma – Bandung, Excelso – National, Brotoseno – Kediri, and Eva – Central Java); and mass markets (Kapal Api, Ayam Merak, Bali Dancer, Singa – Surabaya, Kopi Luwak – Semarang, Kopi Tugu – Semarang, Naga Sanghie – Medan, and Kupu-kupu – Bali).

Note:

1. Most coffee farmers never taste their own beans
2. Specialty coffee market is underdeveloped

BUYING POLICY
1. Coffee is an agricultural product, thus circumstances at individual farms and within origin region change every crop year, producing different result from one harvest to the next
2. Roaster needs to adjust and readjust to maintain consistency of taste
3. Thus, green bean buying is based on tasting and cupping, rather than from a specific estate….

CUPPING AND TASTING

Factors influencing great cup of coffee:

1. Green beans
2. Roast degree
3. Freshness

Procedure:

1. Using a small spoon, slurp the coffee loudly to aerate the coffee (releasing more aroma)
2. Taste each coffee twice, at higher temperature (for the body and viscosity) and at lower temperature (for aroma, acidity and flavor)

BASIC REGIONAL CHARACTER

Java

1. Region: Central Java, East Java
2. Process: Wet
3. Aroma/Taste: Spicy, nutty, mocha, bitter sweet
4. Body: Full body
5. Acidity: Moderate

Sumatra

1. Region: Mandheling, Sidikalang, Gayo
2. Process: Dry
3. Aroma/Taste: Woodsy, earthy, smooth, chocolaty
4. Body: Full body
5. Acidity: Moderate

Sulawesi

1. Region: Toraja
2. Process: Dry
3. Aroma/Taste: Caramel, buttery, syrupy, sweet
4. Body: Full body
5. Acidity: Moderate

ROASTING

Method: Rotating drum

Period: 8 – 15 minutes

Bean transformation:

1. Change in color (darker)
2. Loss in weight between 15% to 20% (water evaporation)
3. Increase in volume between 30% to 60% (CO2 formation)
4. Loss in humidity

Temperature:

1. 50 deg C: Changes in inner tissue
2. 60 – 70 deg C: Evaporation begins
3. 100 deg C: Changes in color begin
4. 150 – 180 deg C: “Light roast” stage begins
5. 200 – 230 deg C: Optimal roasting

Control roasting:

1. Temperature in the roaster
2. Color of roasted beans

BLENDING

Single origin: 80% The beans come from one particular region

Blending: 20% A combination of coffees, blended together based on their complementary character to produce an end result that is smooth and unified. Minimizing some characteristic and highlight others to create a unique overall balance:

1. Pre-roasting: Blending prior to roasting, suitable only when the coffees to be blended are compatible in density and behavior during roasting
2. Post-roasting: Blending after roasting. It is more labor intensive and time consuming, thus more expensive. However, it is essential to good blending, especially when coffees behavior in the roaster is radically different (i.e. Delicate, tricky to roast dry processed)

Some roasters do blending in order to produce low cost coffee beans.

MAKING GOOD COFFEE

1. Freshness: Start with freshly roasted coffee beans, freshly ground
2. Grind: Use the right grind of coffee for your coffeemaker
3. Proportion: Use the right proportion of coffee to water
4. Water: Use fresh, cold water, just off the boil

18 August 2004

ARUNG JERAM - ARUS LIAR - CITARIK

Akhirnya, keinginan untuk ber-arung jeram tercapai juga nih beberapa waktu lalu. Sudah ditetapkan bahwa rombongan memakai jasa:

Arus Liar “Citarik One Stop Adventure”
Cikidang
Sukabumi
Jawa Barat
Website: www.arusliar.co.id

Hari Pertama

Kita berangkat dari Jakarta abis makan siang. Rute-rute yang kami lalui adalah tol Jagorawi, tol Ciawi, ambil jalan ke sukabumi. Nanti ngelewatin Aryaduta Lido dan pabrik Aqua di Cicurug, Pasar Parung Kuda, pom bensin Parung Kuda, Resto Bambu Kuring, trus nyampe deh di Citarik One Stop Adventure.

Total perjalanan sih 3 jam an. Asli, lamanya tuh di Pasar Parung Kuda. Buset dah, macet nya itu yang gak nahanin, jalan nya cuma sesenti-sesenti. Yang namanya pasar mah dimana-mana pake macet yeee.

Abis markirin bus, rombongan ternyata disiksa dulu. Untuk mencapai "Pondok Nusa" tempat rombongan menginap, kita harus berjalan menyusuri pinggir sungai yang terjal itu. Keywordnya gak jauh dari nanjak, turun, terpeleset, dll. Duh, piknik kok pake susah ye. Udah gitu, di depan tempat penginapan, penyiksaan belum berakhir, karena ada jembatan goyang. Iya, ini jembatan diatas sungai yang terbuat dari jalinan tali dan papan. Jadi, kita mesti jalan pas ditengah, kalo jalannya di kiri atau di kanan pasti jembatannya langsung miring. Apalagi kalo jalannya goyang-goyang, yang belakang pasti bisa ikut merasakan goyangannya dan pasti pada teriak-teriak ketakutan. Uji nyali betoel nih!!!
Jadi, kalo dipikir-pikir, Pondok Nusa ini adanya di pulau di tengah-tengah sungai…hii....terpencil gitu ya, serem ah!!

Ketika kita sampai di areal "Pondok Nusa", rombongan ngumpul dulu di tengah lapangan untuk di kasi pengarahan siapa tidur sama siapa (dee...kayak mau maen pilem b****p aje ye...hehehehehehe). Rupanya kami semua tidur di gubuk modern. Kok? Lah iya, luarnya gubuk bambu tinggi diatas tanah, pake manjat tangga segala, tapi dalemnya tetep pake kasur tipis, bantal en selimut.

Menjelang sore, baru ketahuan kalo tempat ini gak ada listriknya. Penerangannya cuma pake lampu teplok. Uh, serem lagi nih.

Waktu mau mau mandi, pas ke kamar mandinya yang terbuat dari gubuk itu, di dalem yang ada cuma kendi gede berisi air dan ciduk yang terbuat dari tempurung kelapa. Buset dah, jadoel betoel nih. Mana agak gelap lagi, cuma ditemenin sama lampu teplok. Duhh....takut!!!!

Abis mandi, kita mulai dengan permainan bawa air di gelas. Caranya, empat orang ngegendong satu orang yang lagi bawa segelas air yang gak boleh tumpah dari satu tempat ke tempat yang lain. Yang airnya terbanyak itu yang menang. Pelajaran yang diambil di sini adalah koordinasi tim dalam menentukan siapa yang gendong dan digendong dan trik cara ngebawa gelas berisi air itu. Tim gue menang, gue bawa airnya pake cara nutup bagian atas gelas pake telapak tangan.

Permainan kedua adalah kita disuruh bikin menara paling tinggi yang bisa bebas berdiri dari bahan kertas, klip, tali, dan sedotan. Pelajaran dari permainan ini adalah di dalam setiap kasus, harus dicari kata kunci dari permasalahannya, baru di kerjakan bareng-bareng. Tim gue sekali lagi dianggep paling OK, walaupun tidak menang, karena ngebangun fondasi yang kuat sebelum membangun menara kertas yang tinggi yang bebas berdiri. Lho kok fondasi yang kuat? Lha, khan judul free standing tallest tower, ya mesti ada fondasi yang kuat dong.

Abis itu kita lanjut ke acara dinner. Masakannya dibikin oleh para petugas dapur dari Pondok Nusa ini. Lauknya terdiri dari 2 ikan bakar plus kecap cabe nya (ikannya gede-gede dan endang bambang deh), cumi goreng tepung plus saus sambelnya, nasi (gak gue makan...lagi diet!!!), ayam goreng, tumis kangkung (alamak….yang ini sedap betoel!!!), dan buah semangka.

Setelah makan malam, kami masih main-main lagi dengan membangun jembatan terpanjang dan bisa bebas berdiri. Bahan-bahannya ya tetep pake bahan yang sebelumnya di pake. Bener-bener deh, malam itu kami semua kayak mandor dan buruh bangunan. Kerjaan ngebangun melulu.

Permainan terakhir malam itu adalah mencari pistol air yang disembunyikan di salah satu pohon di Pondok Nusa ini. Karena semua gagal menemukan pistol airnya, maka sebagai hukum semua peserta tidak boleh nolak untul ditembak dengan pistol air. Yah, seperti biasa, semua pada lari dan yang perempuan, termasuk saya, berteriak-teriak histeris gak karuan. Yah, takut air nih yeee......

Ketika permainan selesai, kami mulai menghabiskan malam dengan nyanyi-nyanyi. Sambil bernyanyi-nyanyi, kami pun di suguhi snack tengah malam yang dibuat oleh para ibu, mbak dan mas yang bekerja di Pondok Nusa ini. Snacknya ini sangat merusak diet saya. Lho? Gimana gak rusak, kalo menu snacknya itu Kambing Guling bumbu kacang, Pisang Goreng, Bakwan, Bandrek pake jahe item (spesial nih), Lontong, dan Jagung Bakar. Wuah....kenyang oii.... Apalagi kambingnya memang di bakar dan di guling-guling di depan kita karena ada api unggun di tengah-tengah lapangan. Duh.....benar-benar asik nih.
Pada saat yang sama pun kami mencoba beberapa wine dan Arak Bali yang di beli di salah satu supermarket Jepang di Jakarta. Auww....araknya rasanya pahit dan keras sekali...sehingga saya harus menjinakkan rasanya dengan campuran Sprite, Lemon dan es batu. Nah, baru deh minuman nya "drinkable" di mulut saya.

Saya pun akhirnya ngantuk, ngantuknya karena waktunya memang sudah larut dan mungkin juga karena terlalu banyak icip-icip wine dan arak. Icip-icip kok sampe bergelas-gelas ya....heheheheheee......
Karena mata saya sudah redup-redup kayak lampu 2 watt, maka saya pun tertidur di sebidang tempat yang terdapat di depan pintu gubuk. Yah, tidur di luar gubuk dong. Tapi saya menikmati betul tidur hampir di bawah langit ini. Ternyata udara malam di Citarik ini sangat bersahabat sekali dengan kulit saya, tidak terlalu panas dan terlalu dingin, sedeng aja. Kuping saya pun ditemani oleh suara air sungai yang bergemiricik dan suara jangkrik yang saling bersaut-sautan. Paduan suara alam yang satu ini ternyata lebih indah dari musik klasik pengantar tidur. Hmmm....pantas saja saya terlelap tidur sampe keesokan hari nya.

Hari Kedua

Kami memulai hari ini dengan sarapan Nasi Goreng, Ayam Goreng, Daging Kambing masak kecap (ini mah sisa daging kambing semalemnya yg dimodifikasi pake kecap...enak juga euuyyy), Karedok, Tahu, Tempe, Ikan Asin, Nasi, Semangka (duhh....lagi-lagi semangka).......

Setelah sarapan, maka di mulailah petualangan yang sebenarnya. Rafting!!!!

Dari Pondok Nusa ini, kami harus berjalan sebentar untuk keluar dari areal pondok dan pergi ke meeting point nya Arus Liar untuk mengambil peralatan untuk arung jeram, seperti helm, pelampung dan dayung. Setelah mengambil peralatan, kami diantar ke titik sungai tempat dimulainya arung jeram ini dengan mengendarai truk. Ya ampun, jauh-jauh dari Jakarta kok dikasinya truk sih...... Perjalanan ke titik sungai ini agak-agak menyeramkan, agak-agak kena ranting dan dahan serta jalannya itu lho yang agak curam. Tapi kelihatannya supir truk nya udah pengalaman tuh. Supirnya tuh tenang aja agak ngebut di jalanan yang terjal itu. Hiii.....

Ketika sampai di titik sungainya, waktu sudah menunjukkan jam 9 pagi. Kami mulai diatur oleh instruktur untuk masuk ke perahu karetnya. Pada waktu itu, setiap perahu berisi 3 sampe 4 orang. Setelah perahu terisi, maka mulailah kami menyusuri sungai Citarik ini. Asik banget lho, karena pada saat itu, tinggi air tidak terlalu tinggi dan arusnya normal, sehingga kemungkinan kena batu dan nyungsep itu pasti banyak. Wah...asoy geboy dong....

Singkat kata, dalam perjalanan menyusuri sungai Citarik sejauh 8 km selama 2 jam ini, saya banyak menemukan Biawak yang berjemur dengan tenangnya diatas batu selagi kita dimain-mainkan oleh arus liar yang nakal itu. Dasar biawak...enak aje lo ye bejemur pas kita lagi nyungsep di batu.....

Selama 2 jam ini, para instruktur akan mengarahkan harus bagaimana kah kita dalam melalui arus sungai yang tidak dapat di prediksi ini, baik mendayung ke depan dan ke belakang, bergeser posisi duduk, atau malah ber "goyang dombret" bila perahu karetnya udah nyungsep di batu....heheheheee.....
Lebih seru lagi kalo perahu kita ketemu dengan perahu teman kita yang lain. Sudah bisa dipastikan terjadi sebuah perang air...saling ciprat-cipratan...pake dayung dan tangan....
Seru banget deh.....

Selama perjalanan 2 jam ini pula, para instruktur akan memberitahu beberapa titik jeram di lalui dan sejarahnya. Beberapa yang saya masih ingat adalah:

- Jeram Yanto: salah satu instruktur bernama Yanto pernah jatuh di batu ini, tetapi dia selamat.
- Jeram TVRI: salah satu perahu yang dinaiki oleh kru TVRI pernah nyungsep semaleman di batu ini karena saking derasnya arus pada saat itu. Tapi kru nya dapat diselamatkan.
- Jeram Golden Gate: karena ada 2 batu kembar di sini yang membentuk seperti the Golden Gate.
- Jeram Zig-Zag: setiap perahu yang melewati daerah ini pasti akan bergerak secara zig-zag. Ternyata bener lho, perahu yang saya tumpangi pun melesat secara zig-zag, bahkan sempet nyungsep...heheheheheee....
- Jeram Jumping Jack Flash: setiap perahu yang melewati batu disini pasti akan melesat dan loncat. Seru deh!!
- Jeram Bali: salah satu instruktur dari Bali pernah jatuh disini, tapi selamat.
- Dll, termasuk jeram Walk A Way, Ranting dan Duren. Maaf, saya lupa apaan aja sejarah dari 3 jeram ini.

Akhirnya 2 jam pun telah berlalu dan selesai pula lah arung jeramnya. Ternyata petualangan belum berakhir. Teman saya se-perahu rupanya sedang "naik" nafsu iseng-nya. Dia yang sudah expert untuk kegiatan arung jeram ini rupanya main mata sama instruktur untuk ngerjain saya dengan cara membalikkan perahunya. Yah....udah kecebur, tertimpa perahu pula. Perih-bahasa sekali ya.....

Setelah mengembalikan peralatan ber-arung jeram dan makan siang sejenak, maka kami pun pulang ke Jakarta.

Duh, kapan lagi ya main-main sama arus liar yang nakal itu???

Salam nyungsep,
Astrid

04 August 2004

WAROENG BOEDE - CIBUBUR

Waroeng Boede
(Cita Rasa Jawa Timur)
Jl. Alternatif Km 5, No. 71
Cibubur
Tel: 0813-4621-695 / 0815-602-1969

Karena bingung mau dimana menjamu sanak famili yang baru datang dari Belanda, akhirnya tempat diatas lah yang dipilih oleh Mama saya tercinta.
Kok di warung jawa timuran sih?
Lha wong tamunya itu wong suroboyo asli yang udah jadi warga negara Belanda dan sudah lama tidak berkunjung lagi ke Indonesia. Nah, cucok khan?

Tempat ini memang pantas disebut warung karena tempatnya hanya sebuah ruangan di pinggir jalan raya besar yang sering di lewati banyak truk besar. Jadi, kalo makan disini, ya pasti plus angin, suara mobil dan debu yang sedikit beterbangan di depan warungnya.

Sebelum pesen makanan, saya iseng-iseng nanya sama pelayannya, kok dikasi nama Waroeng Boede sih? Pelayannya yang manis itu bilang kalo memang semua pengurus di warung ini adalah Bu-De alias Ibu Gede. Iya, ibu-ibu yang badannya gede-gede.... Hahahahahaa..... Bisa aja deh si mbak.....

Akhirnya, kami berlima memesan makanan berikut ini:

Rujak Cingur. Wah, ini memang makanan andalan warung ini. Ada potongan kedondong dan mangga muda yang asemnya bikin mata jadi seksi karena jadi kedap-kedip merem melek, ada potongan bengkuang, tahu, tempe, dll, dan tidak lupa si Cingur sapinya yang disiram dengan ulekan bumbu kacang dicampur petis yang berwarna abu-abu kehitaman. Wah, nyam nyam sekali....

Lontong Kikil. Ini makanan yang tentunya isinya cuma kikil doang dengan kuah berwarna kuning yang full minyak. Saya pesennya minus lontong, soalnya lagi diet (Lho ini gimana sih...makan kikil kok dibilang diet???) Rasanya lumayanlah, gurih gitu. Tapi kok kurang asin ya.

Es Blewah. Parutan blewah yang dicampur air sirop berwarna merah plus es batu yang segede bagong yang ditempatkan di gelas bir yang besar sekali. Duh...rasanya seger sekali di tenggorokan.....apalagi jika diminum di siang hari yang terik itu.... Hmmm......suuueeejjjuuukkk tenan.....

Es Sinom. Minuman ini rasanya kok kayak jamu seger ya. Ketika saya meng-interogasi Mama saya tentang minuman ini, beliau menjelaskan bahwa minuman ini terbuat dari kunyit dan gula merah trus di pyurrr sama air dingin dan es (duh bahasanya, Jeng,....kok pyuurr seh??). Oh...pantesan aja rasanya kayak jamu. Sayangnya, rasanya kurang mennggigit alias kebanyakan air nya. Mestinya es batu nya yang segede bagong itu saya buang sejak awal sehingga rasanya lebih nendang.

Over all, makanan di sini cukup lumayan lah. Apalagi untuk menutupi rasa kangen kami sekeluarga, terutama yang datang dari jauh, atas rujak cingur. Jadi sekarang gak usah jauh-jauh pergi ke Surabaya dong untuk makan makanan jawa timuran.

Dibawah ini adalah cuplikan dari menu di warung ini yang sempet saya contek.

Rujak Cingur Rp 6000
Tahu Tek Rp 5000
Tahu Telor Rp 6000
Tahu Campur Rp 6000
Rawon Rp 6000
Rawon Komplit Rp 9000
Soto Daging Rp 6000
Soto Ayam Rp 6000
Lontong Kikil Rp 6000
Gado-Gado Surabaya Rp 5000
Nasi Krawu Rp 6000
Es Blewah Rp 3500
Es Sinom Rp 2500


Salam nyingur,
Astrid

02 August 2004

COFFEE CUPPING - CASWELL

Caswell's
Jl. Kemang Utara 19 A
Jakarta
Tel: 021-719-0280

Acara coffee cupping dimulai dengan "Kuliah Pagi di Hari Sabtu"dengan mata pelajaran Pengetahuan Dasar Mengenai Kopi yang diterangkan oleh "Pak Dosen" Eris dari Kampus Caswell's Mom…hehehehehee….

Kopi pada umumnya terbagi 2 jenis, yaitu arabika dan robusta. Indonesia sendiri adalah penghasil kopi robusta sebanyak 80 % dan arabika 20 %. Selain itu, ada pula jenis Maragocef (ini nulisnya bener gak sih) alias kopi gajah, karena bentuknya yang lebih besar dari ukuran biji kopi biasa. Jenis yang lain adalah Liberica dari Liberia.

Perbedaan robusta dengan arabika adalah biji nya robusta berbentuk bulat dan bergaris tengah lurus, sedangkan biji arabika berbentuk lonjong dan bergaris tengah bergelombang. Pohon dari robusta sendiri tingginya mencapai 10 meter dan tumbuh di areal yang terletak kira-kira 80 meter diatas permukaan laut, sedangkan pohon dari arabika tingginya hanya mencapai kira-kira 6 meter dan tumbuh di areal yang berada 1200 meter diatas permukaan laut. Soal kafein, robusta memiliki 2,8 % sampai 4 % kandungan kafein, sedangkan arabika hanya mempunyai 1 % sampai 1,7 % kandungan kafein.

Dari sini bisa ditarik garis kenapa arabika sering disebut sebagai "wine" nya kopi. Harganya pun mahal, yaitu Rp. 60.000 / 120 gram, dibandingkan dengan robusta yang hanya berharga Rp. 15.000 /120 gram nya. Oleh karena itu, robusta paling banyak di pake sebagai bahan dasar untuk pembuatan kopi instant. Karena kalo untuk kopi instant yang dipake adalah arabika, berapa banyak tuh kopi arabika yang dipake demi mencapai kadar kafein yang di inginkan serta harganya yang pasti sangat mahal.

One of the best kopi di Jawa berasal dari Jember, yang namanya Java Jampit. Untuk yang lain, maaf….saya lupa tuh.

Soal roasting alias goreng-menggoreng biji kopi, yang tertinggal dikepala saya cuma French Roast dan Italian Roast. French Roast itu warnanya medium alias coklat, sedangkan Italian Roast itu dark to medium, dari hitam ke coklat. Yang ini perlu di explore lagi, takut salah. Abis gak nyimak sih…heheeheheeee…..

Soal aroma, ternyata kopi Indonesia lebih beraroma ke arah light chocolate, sedangkan kopi dari dataran di Amerika ber aroma nutlight dan kopi dari dataran Afrika beraroma lebih fruity, acid dan sweet.

Soal ngopi, ternyata espresso lebih aman daripada kopi tubruk. Soalnya, di dalam espresso hanya terkandung 90 miligram kafein, sedangkan kafein di kopi tubruk bisa mencapai 160 miligram. Ini karena cara pembuatan espresso yang uap air panasnya yang "sekedar" lewat doang diantara biji kopi, sedangkan kopi tubruk itu kan diaduk di dalam gelas dengan air panas dan diendapkan untuk waktu yang lama. Nah kafein di dalam kopi tubruk ini lah yang keluar terus selama bubuk kopinya mengendap di gelas ini. Serem deh ah…

Kafein ternyata baru bereaksi di dalam tubuh 75 menit setelah kita mengkonsumsi kopi dan akan bertahan ditubuh selama 8 jam. Auwww…..

Nah, setelah itu, mata pelajaran selanjutnya yang di ajarkan masih dengan dosen yang sama adalah mata pelajaran "Coffee Cupping".

Coffee Cupping itu ya sama aja artinya dengan Coffee Tasting, yaitu mengenali kopi lebih dalam dari warna, aroma, rasa, dll.

Sebelum sesi cupping dimulai, Mas Eris udah wanti-wanti untuk menyeruput kopinya dengan cepat, sehingga semua syaraf lidahnya bekerja. Ini karena syaraf lidah kita itu mengenali beberapa rasa ditempat tertentu, seperti lidah bagian ujung depan yang merasakan manis, bagian samping kiri kanan yang merasakan asam, bagian tengah depan yang merasakan asin serta bagian tengah belakang yang merasakan pahit. Jadi supaya semua rasa terdeteksi, maka kita harus terbiasa untuk menyeruput kopi dengan cepat dan berbunyi…..prrruuuutttt…….heheheheheeeee………

Di depan masing-masing peserta, ada 4 tatakan yang berisi 2 jenis kopi yang belum dan sudah digoreng, lalu ada satu gelas untuk membuang segala ampas kopi, 2 gelas yang berisi bubuk kopi yang akan kita pake untuk cupping dan satu gelas air putih untuk menetralisir rasa kopi di mulut. Ada juga 2 carik kertas, kertas pertama berisi tabel untuk mengukur kopi itu sendiri, mulai dari tabel aroma dan rasa, sampe tabel tingkat kerusakan kopi. Kertas kedua adalah form untuk cupping itu sendiri yang memuat Agtron number alias tingkat kegosongan, fragrance, aroma, acidity, flavor, body, aftertaste, dan cupper's points.

Kata mas Eris, proses dari agtron sampai aroma dapat dilakukan barengan, sedangkan proses selanjutnya harus dipisah antara kopi A dan B. Ini untuk menghindari kontaminasi rasa antara satu kopi dengan lainnya.

Satu hal, kami tidak diberitahu jenis kopi apa saja yang kami pakai untuk cupping ini. Katanya Mas Eris sih agar penilaian kita terhadap kopi nya netral.

Lain hal, semenjak saya duduk di meja dan selama mendengarkan perkuliahan tentang kopi ini, saya terus menerus ngunyahin biji kopi yang ada di depan saya, tentunya yang udah dimasak ya. Entah sampe berapa biji, mungkin lebih dari 15 butir kali. Abis enak sih...kriuk....kriuk.....

Awalnya, kami diminta untuk melihat tingkat kegosongan dari 2 kopi A dan B. Point untuk tergosong adalah 25. Penilaian saya untuk kopi A adalah 60 (gak terlalu gosong) dan kopi B adalah 50 (agak-agak sedikit gosong). Mas Eris buka rahasia bahwa proses roasting 2 kopi ini hampir sama yaitu medium.

Selanjutnya, soal fragrance, pointnya adalah 1 sampai 10. Penilaian saya untuk kopi A adalah 3, karena baunya yang soft dan kurang nendang. Sedangkan kopi B ber-point 7 karena bau nya yang kuat.

Sebelum lanjut ke aroma, 2 gelas yang berisi bubuk kopi itu pun diseduh dengan air panas. Lalu mulai deh kita ngaduk-ngaduk dan sibuk ngambilin biji kopi yang ngambang di permukaan gelas.

Soal aroma, pointnya tetep 1 sampai 10. Saya menilai kopi A dengan point 8 dan kopi B dengan point 4. Ini karena ternyata kopi A, setelah diseduh, baunya jadi enak dan kadang-kadang ada sedikit bau cabe menyeruak di sela-sela saya sniffing. Sedangkan kopi B, setelah diseduh, bau nya jadi agak kurang ya di hidung saya.

Nah, setelah proses mengenali aroma, kami hanya boleh meneruskan cupping antara kopi A dan B secara terpisah.

Menurut penilaian saya, kopi A acidity nya berpoint 3 karena rasanya yang soft. Enak sekali rasanya di mulut saya yang memang menyukai kopi tubruk tanpa gula. Untuk flavor, yaitu perpaduan antara aroma dan rasa, kopi A berpoint 7 (agak outstanding), karena baunya yang sangat spicy dan rasanya yang sangat smooth. Untuk body, saya menilai kopi A dengan angka 4 karena mulut saya merasakan "light' nya kopi ini. Setelah di teguk, aftertaste dari kopi A ini adalah 4, karena setelah hilang ke tenggorokan, saya tidak bisa merasakan apa-apa lagi. Gak ada rasa yang tertinggal di mulut.

Sedangkan kopi B, urutan penilaian saya mulai dari acidity, flavor, body dan afttertaste adalah 7, 5, 9, dan 7. Ini karena kopi B kadar keasaman nya yang cukup terasa di mulut. Soal flavor, kopi B ternyata biasa aja ya aroma dan baunya ketika diminum. Tetapi bodynya kopi B saya akui cukup berat karena terasa sekali kekentalan kopi nya di mulut saya. Setelah diteguk habis, ternyata kopi B masih meninggalkan rasa beberapa menit di mulut saya. Ini mungkin karena karakter nya kopi B yang strong dan deep ya.

Akhirnya, pada penilaian akhir, saya kok lebih menyukai kopi A yang spicy dan smooth daripada kopi B yang strong dan deep.

Pada sesi terakhir, Mas Eris buka rahasia bahwa jenis kopi A adalah Java Jampit dan jenis kopi B adalah Mexico Organic.

Akhirnya, sesi coffee cupping ini pun berakhir, yang dilanjutkan dengan nge-sandwich di tempat yang sama. Sandwich nya enak-enak deh, dan ukurannya itu lho yang sangat tidak manusiawi bagi yang sedang diet....heheheheee......

Terima kasih saya terutama untuk "Pak Dosen" Eris (yang sangat telaten ngajarin kita-kita soal kopi) serta mbak Linda (ikutan jadi seksi repot) dari Caswell's, dan juga untuk para peserta yang datang ke acara ini, yaitu Diniarty Pandia, Siska Yuanita, Hetih, Sita Dewayani, Bulan Sastranegara (yang ternyata sejatinya adalah wanita tulen.....hehehehehe), Henry Santoso, Febi, Icil (Sure you can do...the healthy diet....heheehehee), Herlina Pertiwi, serta Tonny Widjaja (yang kakeknya punya pabrik kopi) dan sang istri tercinta, Fenti, yang juga sekalian ngeboyong baby nya yang katanya juga suka ngopi. Wah...mau ngalahin saya ya???

Salam,
Astrid


19 July 2004

Coto Konro Marannu + MKG + Sate Padang Mak Adjat + Tahu Pong

Temans,
 
Setelah menghadiri Ultah Pak HOK Tanzil yang menghebohkan itu (karena, selain makan Lontong Cap Gomeh dan minum jus Jeruk Nipisnya, saya juga memberi bonus ciuman dan pelukan mesra kepada the Birthday Boy. Mumpung…mumpung nih…), maka saya, Grace, Sisca dan Indra...seperti biasa…melaksanakan kebiasaan kami untuk lanjutsutra. Seperti nya banyak teman lain yang mau ikut. Tapi mereka selalu tanya: "Mau lanjut kemana?"
Untuk pertanyaan ini, kami tidak berani menjawab secara pasti. Ini semua karena peraturan dasar dari lanjutsutra nya adalah: Jadwal dan rute bisa berubah tanpa pemberitahuan sebelumnya!! Hehehehehe.....
Awalnya Susi Purnamawati mau ikutan lanjutsutra, tapi ternyata ada duty call...entah dari siapa.
 
Akhirnya, empat sekawan ini pun memutuskan untuk menyatroni Coto Konro Marannu di sebrangnya Mall Kelapa Gading. Disini kita makan Konro Bakar, Coto, Buras, Es Palubutung dan Es Pisang Hijau. Konro bakarnya enak banget lho. Gurih banget dan bumbunya meresap ke dalam. Steak ala Makassar nih. Tapi ukuran dagingnya tidak sebesar yang ada di Daeng Tata. Gak apa-apa deh, apalagi bagi yang diet seperti saya khan porsinya OK juga. Buras nya juga gurih, bentuknya kayak arem-arem tanpa daging. Es palubutung nya OK, tapi saya lebih menyukai Es Pisang Hijaunya. Pisangnya dibalut sama tepung berwarna hijau, persis kayak Nogosari tanpa daun.....hehehehehe.....trus dimakan dengan serutan es, susu, bubur sumsum, dll. Seger betoel.
 
Dari Coto Konro ini, kami meneruskan "arisan" kami ke Kelapa Gading Mall. Duh...basi bener ya! Sempet ada pemikiran untuk creambath dan potong rambut ala KD, tapi gak jadi. Emangnya Indra mau dikemanain???? Setelah jalan-jalan, kami menyempatkan mampir ke Cinnzeo, resto yang spesialisasinya di roti rasa kayumanis. Disini kami memesan espresso (my order, as usual), green tea ice dan caramel ice coffee (CMIIW dong). Semuanya enak. Kami sempat juga icip-icip sample dari roti-roti yang di jual di sini. Enak banget deh, rasanya gurih dan kayu manis sekali, ada yang creamy, ada juga yang crispy dan crunchy. Saya pun sempet ngambil beberapa kali kue sample nya ini, mumpung gratis. (Duh, Trid...!!).
Kayaknya next time bakalan kesini lagi untuk makan roti disini dengan cara yang "baik dan benar" alias beli beneran.....gak hanya icip-icip sample nya doang......
 
Dari KGM, kami melanjutkan kalapsutra kami ke Sate Padang Mak Adjat di Gunung Sahari depan hotel Golden. Jauh aja yeeee....
Kiosnya ini pinggir jalan style deh. Sate padang nya dateng dalam kedaan panas berisi beberapa tusuk sate, potongan lontong dan saus nya yang meluap-luap. "Saus" nya berwarna kuning butek, rasanya gurih dan agak sedikit pedes. Wuihh.... Ini enak banget, saking enaknya....Grace dan Indra berebutan saling "ngoretin" sausnya dengan Krupuk Jangek nya. Akhirnya saya pun tergoda untuk melakukan hal yang sama terhadap saus sate padang yang masih tersisa di piring. Sedapnya.... Sepiring sate padang ini dibandrol seharga Rp. 12,500.
 
Dari Sate Padang, kami melanjutkan ke Tahu Pong di Hayam Wuruk, sebrangnya Carrefour. Seperti halnya sate padang Mak Adjat, kios tahu pong ini juga di pinggir jalan. Tahunya enak, crispy gitu, dengan gimbal alias bakwan udang serta saus kecap yang melengkapi kenikmatan bertahu pong ini. Rupanya, karena duduk kelamaan tanpa order lagi, maka Grace pun ngoretin kecap nya yang tersisa di piring kecil. Maka, untuk mengantisipasi musibah yang lebih memalukan lagi, maka kami pun segera angkat kaki dari kios tahu pong ini.
 
Alhasil, malam itu kami pulang dengan perut kenyang. Wah....mesti jauh-jauh dari timbangan nih. Dan yang perlu dipersalahkan adalah Grace. Kenapa? Karena semua tempat-tempat yang kami kunjungi malam itu semuanya berdasarkan atas usulan beliau. Hmmm, diam-diam rupanya usus perutnya Grace panjang bener yeee.... (Thanx ya, Grace.)
Sisca pun malam itu tampak lebih pendiam. Ada apa gerangankah? Tenang....tenang... Sisca ini tampak lebih pendiam bila sedang "menghayati" makanan yang ada di mulut...hehehehehe...
 
Pagi ini pun saya masih mengunyah mode on....makanin Kue Sus yg dibeli Sisca di Pasar Petojo. Nyam..nyam.... Tapi cuma sebungkus, karena sebungkus yang lain di "jajah" oleh Papa saya sebagai sarapannya. Yah, si Babe :((
[Thanx ya, Sis.]
 
Salam kenyang betoel,
Astrid

21 June 2004

INFO: Resto Ambai - Melawai


Temans,

Beberapa waktu lalu, saya diajak Tina, salah seorang warga kampung JS, untuk ngunyah-ngunyah di:

Resto Ambai
Jl. Melawai VIII / 4
Jakarta
Tel: 7279-8463

Cara makan kami itu makan tengah alias sepiring hidangan untuk
berdua. Eittsss....ini bukan untuk mesra-mesra-an. Ini supaya jenis makanan yang kami makan bisa bermacam-macam.

Dibawah ini adalah daftar makanan yang dipesan.

Maguro Tataki Salad (salad ikan tuna dan irisan bawang). Hidangan
ini enak lho. Rasanya seger-seger kecut. Seger nya dari tuna nya
yang dingin dan kecutnya dari saus nya. Irisan bawang gorengnya juga kriuk-kriuk sekali deh.

Saikoro Steak (steak daging yang dipotong kotak-kotak kecil).
Hidangan ini sebenernya enak, karena bumbu nya pas banget, gurih
lah. Tapi waktu itu, daging yang dihidangkan kok agak keras dan
sangat well done alias agak gosong ya. Hidangan steak ini dihidangkan bersama dengan 2 jenis jamur, parika merah, ubi rebus
dan sebonggol bawang putih masak. Bawang putihnya unik deh, karena bawang putih sebonggol ini dihidangkan utuh dengan bonggol dan kulitnya. Tapi sumpeh deh, bawang putihnya ternyata juga enak karena sudah dimasak dengan saus.

Yaki Chamembert (keju chamembert diatas piring). Keju Chamembert ini dituang diatas irisan French bread. Kebayang khan gimana nikmat nya hidangan yang satu ini. Enak sekali! Asinnya si keju cukup nendang walau baunya juga sangat nendang sampai-sampai saya merasa makan keju ini disamping kambing. Roti nya juga cukup pas memanggangnya, kering sampai kedalem-dalemnya tapi tidak gosong.

Jaga Cheese (keju diatas kentang panggang). Wah....ini bener-bener makanan kesukaan saya. Simple but delicious. Lapisan kejunya tebel lho. Nyam...nyam.....

Namagaki Oyster (Tiram dari Tasmania). Ini adalah makanan yang
paling saya favoritkan. Tiramnya – kelihatannya mentah ya – yang
masih nempel di cangkangnya di siram dengan perasan jeruk lemon dan saus asin yang disediakan bersama dengan hidangan ini. Lalu abis itu di seruput dan dikunyah. Slurrrpppp....hmmm.....enak sekali.

Total kerusakan yang timbul adalah Rp. 300 ribu plus plus.

Memang harga makanan di resto ini terhitung mahal, service charge
nya aja hampir Rp. 25 ribu. Tapi kwalitas dari makanan nya OK punya tuh dan enak-enak semua deh. Ini terlihat dari para tamu yang datang ke resto ini yang hampir semuanya adalah orang Jepang.

Resto ini juga punya sudut Sushi Bar. Jadi, kalo kita pesen sushi di sudut ini, sang pelayan akan membuat sushinya di depan kita secara live (kayak nonton bola aje).

Saya dengar dari Tina, pemilik dari resto ini adalah orang Jepang
yang juga sekaligus merangkap sebagai chef nya. Namanya Oga. Ketika si Tina menunjuk yang mana yang namanya Oga, wah saya jadi pengen makan di resto ini lagi nih. Enak khan.....makan enak di resto sekalian cuci mata ngeliatin pemiliknya yang ehm....ehm....mirip pemainnya Meteor Garden.

Oh ya....minuman ocha alias teh disini gretong lho *bencong mode
on*....alias gratis bow....

Salam makan,
Astrid


KELUHAN: Resto Time Break - Plaza Semanggi

Temans,

Setelah nge-Li Yen bersama saudara-saudara sekalian se-JS, saya
bersama teman-teman mampir ke Resto Time Break di Plaza Semanggi
alias Plangi.

Pengennya sih duduk-duduk santai sambil ngobrol en ngegosip kayak
ibu-ibu arisan panci bolong. Tapi ternyata keinginan tersebut GATOT alias gagal total, akibat pelayanan dan mutu makanan dan minuman yang ada disini.

Sejak awal kami duduk di resto ini dan melihat menu yang ada, sang pelayan secara terus menerus - dan kelihatannya sih sedikit memaksa – menawarkan sebuah jenis minuman walaupun kami belum menanyakan apa-apa. Nama jenis minuman nya saya lupa….tapi kalo di lihat di menu itu termasuk cocktail dan harganya paling mahal lah di menu itu. Karena tidak ada tanggapan dari kami yang sebel dan saling lirak-lirik satu sama lain karena sebelnya, maka sang pelayan pun lagi-lagi menawarkan jenis minuman lain yang jenisnya dan harganya sama. Duhh…..nyebelin deh. Waktu itu, saya pengen banget nanya: "Mbak, kok maksa sih? Lagi kejar setoran ya?"

Yang kedua, kopi Vietnam yang dipesan salah satu dari kami itu cara penyajiannya salah dan air kopinya luber kesana-kemari. Ketika saya minta untuk di benarkan cara penyajian kopinya, minuman selanjutnya yang datang adalah kopi yang sudah di saring dan sudah ada di dalam gelas, tanpa saringan ala vietnamnya. Lho, ini kopi vietnam atau kopi tubruk, sih?

Yang ketiga, para pelayannya selalu membersihkan minuman kami yang belum habis betul alias tandas. Jadi, minumannya itu masih ada sedikit. Walau cuma tiinggal sedikit, kira-kira se shot lah....tapi khan belom habis. Kok sudah langsung diambil?

Pokoknya total experience di resto ini sangat mengecewakan.

Waktu saya bertukar pikiran dengan salah satu teman yang memang suka makan-makan, dia juga mengalami hal yang sama, bahkan dia bilang makanan di resto ini gak enak dan mahal-mahal. Totally not
recomended untuk di kunjungi lah.

Pikir-pikir....daripada bete di restoran yang kejar setoran seperti Resto Time Break ini, mendingan ke BreadTalk yang letaknya bersebrangan dengan resto ini. Biarpun ngantri, tapi roti nya BreadTalk enak kok.

Salam asem dengan penuh kekecewaan,
Astrid


11 June 2004

INFO: Ngunyah Biji Kopi & White Coffee

Temans,

Ngopi? Ah, itu biasa.
Ngunyah biji kopi? Nah itu dia....

Kebetulan beberapa waktu lalu saya di oleh-olehi snack biji kopi dari teman yg baru pulang dari Malaysia dan sekitarnya.

Judul dari snack biji kopi adalah Danson – Espresso Coffee
Chocolate. Iya, biji kopi ini - Roasted Espresso Coffee Bean -
ternyata bersalut coklat tebal.

Snack biji kopi ini dibeli di toko coklat yg nama dan alamatnya di:

Cocoa House
Circle Side Sdn Bhd
No. 39, Jl. Inai, Off Jalan Jambi
55000 Kuala Lumpur
Malaysia
Tel: 603-2141-7010

(Buat yang seneng coklat, kalo ke Malaysia perlu ke toko ini kali
yeeeee..... Denger-denger, toko ini juga jual bahan lainnya,
termasuk white coffee).

Rasanya snack biji kopi ini menarik sekali.....
Gigitan awal...kita merasakan coklat yang menutupi biji kopinya.
Rasanya ya coklat lah....
Ketika gigitan kita mulai agak dalam dan membelah snack biji kopi
ini yg berbentuk bulat, nah....mulai terasalah rasa pahitnya biji
kopi yang menyela diantara manisnya coklat.....
Dan ketika dikunyah betul-betul coklat dan biji kopinya....hmmm.....pas sekali perpaduannya....manis-manis
pahit....hehehehheeeee.

Bagi para pecinta kopi di Jakarta yg memang doyan ngunyah biji kopi, jangan kuatir!
Ternyata di Jakarta juga ada kok produk sejenis. Salah satu tempat ngopi di Jakarta juga menjual snack biji kopi. Tempat ngopi tersebut adalah:

Caswell's Mom
Jl. Kemang Utara 19
Jakarta

Tapi, tentu ada perbedaan dong.
Snack biji kopi nya Caswell's Mom itu biji kopinya lebih kecil dan salutan coklatnya juga lebih tipis. Ketika di tutup oleh lapisan coklat, biji kopi nya masih bersatu.
Kalo snack biji kopi nya Danson itu biji kopinya di pisah dulu baru dilapisi coklat lalu di satukan dan dibentuk seperti kelereng kecil.
Gak heran kalo snack biji kopi nya Danson ini terasa lebih agak
manis dibanding dengan produknya Caswell's Mom.

Tapi, hati-hati ya. Jangan mentang-mentang ini snack, lalu dimakan se enak nya aja. Biji kopi ya pasti ada kadar kafeinnya lah (nenek-nenek ompong juga tau khan!!!)
Untuk informasi saja, setelah saya mengunyah kira-kira 5 snack biji kopi ini, ternyata jantung saya agak berdebar-debar dan mata saya langsung 'siaga satu'. Ternyata, snack biji kopi ini pengaruh nya sama gila nya di badan kita dengan kalo kita minum seduhan kopi.

Sebagai tambahan, saya juga sempat icip-icip produk instant white
coffee dari toko yang sama. Karena dikasi sachet-an, tanpa bungkus aslinya, maka saya gak bisa terlalu dalam menceritakan produk ini.
Tapi saya kok senang sekali ya dengan citarasa dari kopi putih
instant ini. Rasanya mild, agak manis walau belum dikasi gula dan
agak creamy. Hmmm.....
Jangan-jangan ini hanya kopi instant biasa yang dicampur creamer ya.
Wah....BYKS (Benerin Ya Kalo Salah) pisan eeeuuuyyy....

Salam ngopi,
Astrid

25 May 2004

RESTO KYOKA - BAPINDO PLAZA

KYOKA
Bapindo Plaza Mandiri 27th Floor
Jl. Jend. Sudirman Kav. 54-55
Jakarta
Tel: 021-526-6688


Saya beberapa hari lalu diajak oleh mbak Letta, penyiar nya Radio Female, untuk icip-icip resto jepun yang bernama Kyoka. Wahh…asik nih!!

Ketika saya datang setelah berhujan-hujan ria dengan 'kendaraan pribadi' saya yaitu busway, saya 'hanya' disambut oleh Mbak Agatha, salah satu pendengar Female, dan Trishi, humas nya Kyoka ini. Lho, yang punya hajat kemana ya? Ternyata setelah seladak-selidik, mbak Letta ternyata terlambat.

Setelah beberapa menit acara perkenalan antar tamu kloter pertama, nah…tamu kloter ke dua, yaitu mbak Letta nya, dateng deh.

Pada kesempatan pertama, Trishi mengajak kita jalan-jalan muter-muter kaliliang resto ini. Interior nya memang jepang abis, tapi surprise lho kalo ternyata resto ini luas banget yaitu 850 meter persegi. Soalnya, kelihatan kecil sih. Ternyata ini memang di siasatin, jadi resto yang segede 'lapangan bola' ini dikasi sekat-sekat sehingga mempunyai ruangan kecil-kecil yang banyak, karena orang jepun suka ke-privasi-an.

Lalu setelah lelah berwisata di resto ini, kami pun diperkenalkan kepada Pak Utomo, yang katanya sih Direktur Operasi dari resto ini. Dia di wawancara sama mbak Letta untuk beberapa menit dan langsung ngibrit duluan karena ada acara lain. (Pak, ada acara lain atau takut ngeliat para tukang makan ????)

Saya sempet nguping wawancara nya mbak Letta dengan Pak Utomo ini.

Pak Utomo menjelaskan bahwa arti nama Kyoka adalah kota atau taman bunga. Resto ini didirikan pada tanggal 7 Juli 1999. Karena konsep resto ini agak-agak fine dining, maka resto ini jarang sekali menyajikan fast food, seperti Ramen dan Katsu, kecuali mungkin untuk lunch set nya. Nah, untuk info aja, lunch set disini dibandrol seharga Rp 75 rebu sampe 100 rebu. Mahal yeee !!

Nah, ternyata acara makan-makan kita ini sebenarnya ingin memperkenalkan Kaiseki. Apaan tuhhh??? Rupanya, Kaiseki merupakan seni memasak tertinggi di Jepang. Biasanya, Kaiseki di sajikan kepada tamu penting. Dalam Kaiseki, ada kira-kira 5 macam cara memasak dalam satu set nya. Kata kunci di Kaiseki adalah appetizer, bakar, goreng, main course, dan dessert. (Kalo mau lihat lebih jauh, liat aja deh apa yang kita makan malam ini, OK!). Hidangan Kaiseki ini dihidangkan selama 2 sampe 3 jam. Duhh....lama nya !!! Katanya juga sih, semua makanan yang disusun di menu set nya Kaiseki ini sangat baik sekali untuk pencernaan di tubuh kita. (Kayak nya iya deh...liat aja kata kunci diatas, makanan diatur sedemikian rupa....jadi inget sama food combining deh).

Nah, Kaiseki yang mau dihidangkan ke kita adalah Kaiseki untuk musin semi, dengan andalannya Kobe Beef dari Jepang. Nah, kalo urusan harga, sama seperti lunch set, Kaiseki ini termasuk mahal juga lho. Untuk mini Kaiseki nya di bandrol antara Rp 200 ribu sampe 400 ribu, sedangkan full Kaiseki nya di hargai diatas itu lah. (Hemmm.....gak bisa ngebayang berapa tuh!!)

Ok.....waktunya kita makan-makan dan minum-minum ya.

Kalo soal minuman, saya mah tetep setia dengan green tea. Yang paling bikin heran, aroma dan rasa dari teh hijau yang saya minum di resto ini mengingatkan saya akan ketan atau beras yang gosong. Nah, sambil minum teh hijau rasa beras gosong dan nungguin Pak Utomo di interogasi sama mbak Letta, saya nyoba snack yang ada di meja, yaitu Edamame (kacang kedelai import yg direbus). Ibaratnya makan kuaci, kita mesti ngupas dulu kulitnya yg berwarna hijau itu, lalu makan biji nya. Kriuk...kriuk....asik deh. Hmmm, pikir-pikir, minum teh hijau sambil ngunyah kacang dengan kulit yang hijau juga.....hijau semua dong!!

Setelah wawancara dengan Pak Utomo selesai, maka para pemakan ini memulai proses pemamah-biakan....nyam....nyam....nyam....

Kami memulai dengan makanan pembuka yang didefinisikan oleh Kaiseki ini sebagai makanan-makanan yang bentuknya kecil yg rasanya macam-macam, antara lain manis, asin dan gurih (kok jadi inget permen Nano-Nano ya!!!). Makanan pembuka pertama adalah Kuchigawari (mini salad Kaiseki) dan Kogome Ashari (kerang yang ditindih dengan daun pakis). Kuchigawari nya kok mirip asinan bogor ya.

Makanan pembuka selanjutnya adalah Zensai, yang terdiri dari Kiso Tofu (schotel tahu), Edamame Cheese (keju berlapis kacang kedelai), Olanda Tamango (kuning telur yang berisi surimi), Ginan (melinjo jepang diatasnya ada wijen), Siratama (tepung kanji goreng yang diatasnya ada wijen), Temari Sushi (ikan-ikanan), Salmon Tamari (ikan salmon yang di tindih ikura), dan Sira Ae ('perkumpulan' sayuran, tahu dan wortel).
Yang paling enak sih Edamame Cheesenya ya, surprise aja ada hidangan yang berbentuk kotak mungil berwarna hijau yang waktu dimakan langsung lumer di mulut...nyeesssss......wuah....nikmatnya!!!
Nah, yang rasanya paling 'lucu' adalah Olanda Tamago, ini kuning telor tapi bentuknya kayak busa dan rasanya kayak kue bolu. Hemmm, bisa di bayangin gak??

Makanan selanjutnya adalah Sashimi yaitu ikan mentah, makanan kesukaan saya yang sudah saya pesan sejak awal (dasar lo Trid, bisanya curi start melulu ye!!). Sashimi nya terdiri dari ikan salmon, ikan tuna (maguro), ikan kakap (kanpachi), dan kerang (hokigai). Sashimi nya ini dilengkapi dengan daun oba dan daun lobak putih. Yang paling bikin kaget adalah jumlah Sashimi nya yang sedikit ini dihidangkan diatas piring bulat yang besar sekali. Wah, gedean piringnya dong...hehehehheeeee....

Hidangan berikutnya adalah Yakimono, yaitu beberapa jenis makanan yang di bakar, antara lain Beef Cheese Roll, Gindara Saikio, udang + Tomorokoshi (jagung manis), Akar Teratai, dan Kabocha (ubi-ubian).
Gindara nya ini ueeennnaaaakkk sekali deh, beneran!! Tekstur dagingnya lembut dan bumbunya meresap sampe ke dalem-dalem nya. Buat saya, Gindara nya ini rekomen sekali deh, bener-bener gurih.
Yang mengagetkan lagi akar teratainya, ketika saya kunyah kok teksturnya mirip 'buntelan' suede ya (wah, saya makan kulit sepatu dong he....he...he....).

Selanjutnya, kami memasuki hidangan yang termasuk kategori gorengan (bukan gorengan yang di pinggir jalan lho!), yaitu Agemono. Nah, Agemono ini terdiri dari daun oba yang digoreng pake ebi shinjo dan jamur shitake.

Setelah selesai dengan beberapa makanan seperti yang telah dijelaskan diatas yang bentuknya lucu dan mungil ini, saya sih mengira bahwa ukuran main course nya sih tidak akan jauh deh dari makanan yang tadi udah dimakan. Ternyata, ketika main course nya datang, wah......enggg....inggg......ennngggggg.......ternyata gede banget oiii!!!!! Main course yang datang adalah Unajyu (daging belut goreng bersaus) yang ditaruh diatas sebongkah besar steamed rice. Rasanya lumayan, tapi di mulut saya kok agak kurang 'kriuk kriuk' dan bumbunya kurang meresap. Ukuran daging belutnya sih OK lah, cuma 3 potong kok. Tapi itu lho nasinya, kok banyak ya.

Sebetulnya, kalo cuma makan belut dan nasi sih perut mana pun masih bisa nampung, tapi tadi khan udah di 'jejali' dengan berbagai macam makanan. Gak kerasa deh, makanannya kecil-kecil tapi bikin kenyang juga ya. Walhasil, dari 3 orang pemakan, yang berani menghabiskan hidangan main course ini cuma saya (ini laper atau rakus ya??), sedangkan mbak Letta dan mbak Agatha lebih memilih untuk ngebungkus hidangan yang satu ini. (Ini untuk oleh-oleh buat yang di rumah atau jangan-jangan...ada sessi dinner babak ke dua nih...he...he...he...).

Walau perut sudah kenyang sekali, tapi rasanya kok sayang ya ngelewatin bagian dessertnya. (Aduh, bilang aja masih laper!!). Dessert nya kali ini adalah kue Khomaki (kue yang terbuat dari kacang merah), buah-buahan, wasabi ice cream dan minuman jahe dingin.
Kue Khomaki ini terasa kenyal di mulut dan kulitnya itu kayak kulit akar teratai yang tadi udah saya makan, persis banget seperti kulit suede. Hehehheeee.....
Yang paling bikin geleng-geleng kepala adalah es krim wasabi. Kok wasabi bisa dibikin jadi es krim ya? Rasa dari es krim ini tetep manis tapi ada sedikit sensasi menyengat nya wasabi (duuhhhh.....susah ah mendeskripsikannya dengan kata-kata, ribet euuyyy!!!).
Yang lebih aneh lagi, biasanya khan kita kalo minum air jahe itu pasti dalam keadaan hangat atau panas ya, tapi di resto ini minuman jahenya dihidangkan dalam keadaan dingin. Ternyata air jahe dingin ini enak juga lho.

Wah, setelah segini banyak mengunyah makanan, saya kok merasa harus 'meluruskan perut' ya. Lalu saya berdiri sejenak deh. Ketika berdiri sejenak, saya tak sengaja memandang bentangan jendela kaca bening di sebrang saya yang hampir tertutup oleh rintik-rintik hujan yang juga membuat saya bisa memandang kota Jakarta di malam hari yang abis di guyur hujan. Duh, senangnya hati ini....perut kenyang....lalu ditemani pemandangan yang indah. Sayangnya, cahaya lampu di ruangan tempat kami makan terlalu terang, sehingga membuat penglihatan saya keluar kurang jelas. Wah, gak romantis deh resto ini. Coba kalo sinar lampunya agak di kurangin dikit, pasti lah suasana di resto ini agak sedikit romantis.

BTW, resto ini juga menjual sake lho, yang di bandrol Rp 900 ribu sampai Rp 1,5 juta per botolnya. Lho, kok mahal ya? Ketika saya tanyakan ini ke mbak Trishi, beliau menjelaskan bahwa ukuran botolnya ternyata lebih besar daripada ukuran botol wine biasa. Oooo.....gitu ya.

Yang paling berkesan dari resto ini buat saya, selain makanan nya itu lho yang menuh-menuhin 'kamar' di perut saya, ternyata para pelayan di resto ini mempunya pengetahuan yang baik tentang makanan yang mereka sajikan. Jadi bagi para tamu seperti saya yang hobinya 'cerewet' tanya-tanya atau para tamu yang memang gak tau jenis makanan apa saja yang di hidangkan di resto ini pasti puaslah mendapatkan penjelasan dari mbak-mbak yang bekerja disini.

Satu hal lagi, ternyata enak juga ya sekali-sekali melanggar diet, apalagi kalo di traktir ya....huahahahahaha....

(Thanx to Letta, Trishi en Agatha).

Salam makan,
Astrid

19 May 2004

RESTOTORANG OSCAR BAKUDAPA

FYI, tadi siang lagi sangat korslet, lalu memutuskan makan siang di resto Manado baru di kawasan blok M, namanya:

Restotorang Oscar Bakudapa
2nd Floor
Jl. Faletehan I No. 25
Blok M
Jaksel

Aku dari Sudirman naik busway ke Blok M...lalu 'nyemplung' ke stasiun Blok M....lalu nanti begitu 'timbul' langsung masuk deh ke
Jl. Faletehan ini.

Tadi saya lunch dgn menu buffet seharga Rp 30.000 dengan menu:

- Sup Brenebon
- Nasi Bungkus ------> ENAK, PULEN DAN WANGI DAUN
- Cakalang Bakar ------> LUMAYAN LAH
- Ayam Kecap
- Sayur Kangkung + Bunga Pepaya ------> ENAK SEKALI JO!!
- Bubur Menado + Ikan Asin + Sambal Terasi
- Es Kacang Durian ------> BIASA BANGET DEH!!

Saya juga minta tambahan Salad Mangga Mudanya. Wah...rekomen sekali...rasanya uaaasssseeeemmmm!!!! (Ini siapa yang ngidam ya??)

Karena resto ini baru buka, saya banyak dapet bonus, yaitu kue apang dan kue klepon. Boleh lah untuk di coba.

Sempet juga icip-icip ikan woku, wahhh....pedddiiiissss amat ya.

Karena 'alat pengecap' saya ini bukan made in Manado, jadi saya gak tau apakah resto ini enak atawa kagak.
Tapi overall....silahkan di coba dan direview deh....terutama bagi orang Manado sendiri ya.

Resto ini buka dari jam 1130 - 1700.

Nah, abis jam tsb diatas, hati-hati ya....karena tempat ini, terutama lantai satu, akan berubah jadi bar tempat ngumpul para bule dan 'kawan-kawan' nya. (Dari tahun 70 an, tempat ini - Bar Oscar - memang terkenal sekali terutama di kalangan bule).

Bakudapa....bakudapa.....asal jangan baku hantam.

Salam,
Astrid

18 May 2004

ICIP ICIP - Kopi Papua

Sekali lagi saya merasakan senangnya punya teman yang sehobi dengan saya.

Pada suatu waktu, pasangan pengopi yang merupakan teman saya dan temannya anda-anda juga, yaitu Amelia Yahya dan suami tercintanya Houdy Yahya menyinggung-nyinggung masalah 'betapa nikmatnya minum kopi Papua'. Saya waktu itu agak jual mahal, abis kepikiran jangan-jangan kopi nya ini berharga mahal. Lha kok pasangan pengopi ini malah berbalik nantang: "Udah deh, nyobain dulu aja. Nanti dikasi ya, pasti ketagihan deh!"

Heh???? Kok kayak jualan narkoba sih, order pertama dikasi gratis, selanjutnya kalo ketagihan ya harus bayar. Hiks....hiks....hiks.....sedih deh punya temen bandar kopi.....heheheheheeee.......

Akhirnya detik-detik terpenting (ini njiplak abis bahasa romannya Arie P) dalam penyerahan kopi Papua ini terjadi ketika berlangsungnya pesta pernikahan Arie. Itu pun penyerahannya agak memaksa, karena saya nagih-nagih: "Mana? Katanya mau dikasi kopi Papua?"
(Lho ini gimana sih, belon apa-apa kok udah nagih-nagih kayak tukang kredit ya???)

Akhirnya, setelah saya mengancam "Coffee Papua or Die?", pasangan ini pun akhirnya menyerahkan harta benda mereka yaitu 2 toples kecil sampel kopi Papua yang seharusnya diberikan kepada orang lain.
(Kasian de lu!! Rugi khan punya temen kayak gue!!! Hehehehehhehe!!!)

Dua toples itu ternyata berisi 2 jenis kopi Papua yang berbeda, yaitu Papua Bica dan Papua Arabica. Lain kah 2 jenis kopi ini? Rupanya, menurut Houdy, 2 jenis kopi ini tidak hanya campurannya saja yang berbeda, tetapi lokasi perkebunannya pun berbeda. Kalo Papua Bica itu campuran dari kopi jenis arabika dan robusta, dan diambil dari berbagai lembah yang berbeda di Papua. Sedangkan Papua Arabica itu ya sesuai namanya, dari jenis arabika dan diambil dari lembah Dani. Ooo.....gitu toh!!

Houdy dan Amelia rupanya berencana untuk 'membisniskan' kopi ini dengan menjadi distributor bagi 2 jenis kopi Papua ini tapi masih dalam bentuk biji.

Maap...bukannya saya tak setia kawan...bukannya saya tidak mau menolong teman...maap...tapi kalo mau ikutan berbisnis kopi ini, mungkin bisa langsung menghubungi Houdy dan Amelia di email mereka di:

ameliayahya@yahoo.com

Maap...saya bukan marketingnya mereka lho...maap...

OK, waktunya icip-icip kopi Papua ini ya.

Bubuk kopi Papua Bica berwarna coklat tua, iya.....persis kayak butiran coklat yang biasa kita pakai untuk bikin susu coklat. (Wah...gak boleh salah taro nih. Saya kadang-kadang pada malam hari suka bikin susu coklat supaya gampang tidur. Kalo seandainya saya salah taro ini kopi dan ketuker dengan bubuk coklat saya, wah....bukannya tidur pules yang didapat, malah melek semaleman khan berabe tuh!).
Sedangkan bubuk kopi Papua Arabica berwarna hitam, lebih gelap lah dari kopi Papua Bica.

Bau bubuk kopi Papua Bica sebelum diseduh kok kayak tape ya, yaitu agak asem. Sedangkan bau bubuk kopi Papua Arabica sebelum diseduh agak lebih berat dan dalem. Duhh....susah untuk kasi gambaran yang tepat tentang baunya ini. OK lah, seandainya bubuk kopi ini disamakan dengan musik, maka 'suara' dari bubuk kopi Papua Bica ini lebih banyak treble nya...creng...creng....creng....., sedangkan 'suara' dari bubuk kopi Papua Arabica ini lebih banyak 'bass' nya....dem....dem.....dem.....

Tekstur dari bubuk kopi Papua Bica ini lebih kering dibandingkan dengan bubuk kopi Papua Arabica yang terasa lembab di jari saya.

Ketika di seduh, warna air dari kedua jenis kopi Papua ini tidak jauh beda dengan warna bubuk kopi nya sebelum diseduh. Air seduhan bubuk kopi Papua Bica berwarna coklat jernih, sedangkan air seduhan bubuk kopi Papua Arabica berwarna lebih pekat.

Soal aroma air seduhannya, ya itu....gak jauh juga dari bau bubuk kopi ketika belum diseduh. Aroma air kopi Papua Bica lebih 'rame'....ada aroma asem dan fruity, sedangkan aroma air kopi Papua Arabica lebih dalem.....agak berkesan 'macho' lah. (Apaan seeeh kok macho? Ini lah tanda-tandanya kalo saya sudah kehabisan perbendaharaan kata).

Rasa dari kedua jenis kopi ini enak sekali. Rasa air kopi Papua Bica ini sangat ringan dan mengalir habis mulai dari tenggorokan lalu ke lambung saya tanpa meninggalkan rasa akhir sedikit pun baik pada mulut maupun tenggorokan. Sepertinya kopi Papua Bica ini sangat cocok untuk diminum secara single tanpa di campur apa-apa.
Rasa air kopi Papua Arabica lebih pahit sedikit dan terasa agak asam di lidah yang memang merupakan ciri khas dari kopi jenis arabika. Air kopi Papua Arabica ini meninggalkan rasa akhir sedikit berat di lidah bagian atas dan aroma nya masih menempel beberapa menit di tenggorokan walau air kopinya sudah ditelan habis. Kopi Papua Arabica ini kayaknya cocok juga untuk diminum bareng susu atau krimer. Tapi sebaiknya jangan lah, karena nanti mematikan karakter kopi Arabica ini yang sangat nikmat di sruput pelan-pelan...slurp...slurp....ahhhhh!!!

Overall, kedua jenis kopi Papua ini enak sekali. Tapi tolong ya, jangan dibandingkan dengan kopi Sumatra yang karakter nya sangat kuat. Bahkan untuk kopi Papua Arabica yang saya rasa agak dalem itu, tetep tidak bisa dibandingkan dengan kopi Sumatra. Bisa kebanting euyyy. Karakternya kopi Papua yang saya coba ini adalah mild and smooth. Dan yang membuat saya kagum terhadap kopi Papua ini adalah bahwa kopi Papua yang saya icip-icip ini sama sekali tidak meninggalkan kesan 'gosong' di panca indera saya. Ini berarti cara 'penggorengannya' pas dan tidak terlalu matang atau gosong.

Benar juga kata Amelia dan Houdy, kopi ini bisa bikin ketagihan. Pantes aja ya pada jaman dahulu kopi sempat di larang untuk diminum. Tolong teman-teman, doakan saya supaya tidak dipaksa masuk Rumah Sakit Ketergantungan Kopi....heheheheheee.

Sampai jumpa di icip-icip kopi selanjutnya.

Salam ngopi kopi Medan di waktu Jakarta lagi mendung...hmmmm,
Astrid

13 May 2004

RESTO AJISEN - PLAZA SEMANGGI

Waktu ada business meeting.....nyempetin makan siang dulu di resto
Ajisen yg ada di Plaza Semanggi lantai 3A.

Katanya sih Japanese Resto & Noodle Bar.

Karena buru-buru, saya cuma ambil yg paket nya, yaitu Spicy Chicken Ramen + Agendashi Tofu + Lemon Squash.

Paket ini di bandrol Rp 19,000 ++.

Semua makanan dimulut saya kok rasanya biasa ya. Tofu nya juga 'agak keras' bila dibanding tofu di resto jepun lainnya.

Saya liat di menu juga ada sushi set, sedangkan sashimi set nya di
bandrol Rp 32,000 ++. Tapi belum nyoba 2 makanan yang ini.

Overall, biasa aja deh rasanya. Tapi buat yang mau sekedar ngilangin laper dengan makan makanan ala jepun-jepun-an, boleh lah resto ini di coba.

Kelihatannya, di Plaza Semanggi ini, justru food court nya yang
bernama Cosmo yang kelihatannya lebih menarik untuk di coba. Mungkin lain waktu deh saya akan mencoba.

Salam makan,
Astrid


04 May 2004

RESTO LANG VIET - SECOND VISIT

Resto Lang Viet
Vietnamese Café
Wijaya Grand Centre
Blok F 36 / B
Jakarta
Tel: 021-7206774
Email: langviet_cafe@cbn.net.id


Minggu lalu, saya dan Imelda, untuk yang kedua kali nya, mengunjungi resto Lang Viet. Lho…kok ke sini lagi sih? Lha wong kami masih punya voucher makan gratis dari resto ini yg harus di 'habisin' sebelum expired. Asal tau saja, kami mendapatkan voucher ini setelah ikut perlombaan ber-goyang dombret yang dimodifikasi dengan poco-poco (ini gaya nya gimana ya???) pada kunjungan ke Tangerang beberapa waktu lalu. Lumayan lah…..

Ketika kami masuk ke resto ini, kami dipersilahkan duduk tepat di meja yang sama ketika kami pertama kali datang ke resto ini, yaitu pojok kiri – arah dari pintu masuk - dekat dapur. Wah, sudut legendaries dong…..

Akhirnya, sambil ngobrol-ngobrol, kami pun mulai memesan minuman.

Imelda memesan sepoci Hot Tea yg free refill, sedangkan saya memesan Hot Coffee Vietnam with Condensed Milk.

Ternyata, kopi susu yang saya pesan ini datang dengan sebuah gelas yang diatasnya ada coffee maker ala Vietnam dan air kopi nya menetes sedikit demi sedikit ke dalam gelas. Cara ini lebih baik dan benar bila dibanding dengan cara penyajian kopi Vietnam pada kunjungan pertama.

BTW, bila ingin mengintip sekilas kunjungan pertama saya ke resto ini, silahkan klik blog saya di:

http://astridamalia.blogspot.com/2004_03_20_astridamalia_archive.html

Gimana cara bikinnya Coffee Vietnam ini?

Bubuk kopi dimasukkan ke dalam suatu wadah terbuat dari aluminium yang berbentuk mirip saringan, lalu di tutup dengan penutup yang bentuknya mirip saringan juga....maksudnya berlobang lah. Wadah ini lalu ditempatkan di atas gelas kaca. Lalu diatasnya penutup berlobang ini di tuang air mendidih. Sehingga air panas merembes ke bawah, dari penutup yang berlobang itu menuju bubuk kopi yang ada di tengah, lalu air kopi nya turun ke bawah melalui saringan menuju ke dasar gelas yang sudah ada susu kental nya.

Bubuk kopi yang dipakai di minuman ini adalah bubuk kopi Aroma jenis spesial – yaitu campuran antara robusta dan arabika – yang di produksi di Bandung yang dicampur dengan susu kental manis cap Bendera. Rasa dari kopi susu ini di mulut saya kok persis seperti rasa kopi susu nya CafĂ© Phoenam ya. Tapi kopi susu di sini rasanya agak lebih lembut dan mellow, tidak sekuat yang di Phoenam.

Setelah beberapa teguk kami meminum minuman kami, mbak Effie tiba-tiba turun dari 'sarang' nya di lantai 4 menuju meja kami. Lalu, tanpa kami sangka-sangka, operational manager dari resto ini pun menemani kami di meja legendaries kami sampai kami pulang. (Mbak Effie, thanx, ya).

Sebagai pembuka, kami memesan Salad Pomelo with Shrimp. Ini adalah salad jeruk Bali yang di 'tindih' dengan udang rebus dan disajikan dingin. Rasanya OK punya lho, kecut-kecut pedes lah. Yang paling saya suka adalah kuah dari salad ini, bener-bener kayak kuah rujak, lengkap dengan cuilan cabe merah nya. Saya mau kok lain kali di kasi kuah nya doang. He he he.

Makanan selanjutnya adalah Steamed Rolls yang merupakan dinnernya mbak Effie. Lho?? Ternyata kami di ijinkan untuk ngembat dinnernya beliau ini seorang satu. (Sering-sering, ya, mbak....he he he....). Memang pas kok jumlah nya, yaitu 3. Roll ini isinya berupa sayur-sayuran dan ayam. Seger rasanya, apalagi kalo di cocol sama saos beningnya dan ditambah dengan potongan cabe merah dan cabe hijaunya.

Lalu kemudian datang lah makanan pesanan kami selanjutnya, yaitu Vietnamese Grilled Chicken Sandwich. Ini adalah roti baguette buatan Carrefour yang diisi ayam panggang, sayuran dan sedikit mayonaisse. Makanan yang satu ini panjang nya kira kira 20 cm dan tingginya melebihi mulut kita. Jadi, biar bisa masuk ke mulut, mesti sedikit di gepengin dulu. Yang paling enak dari hidangan ini adalah ayam nya. Beda deh rasanya. Oh ya, rasa dari sandwich ini juga lebih enak bila di dalam nya kita kasi potongan cabe merah dan cabe hijau. Wah, bisa merem melek tuh mata kita kala melahap hidangan ini. Perpaduan aneh yang bikin nikmat.... Saya melakukan hal ini karena terpengaruh dengan gaya makan Imelda yang mempunyai semboyan 'segala makanan tak nikmat bila tidak di temenin sama cabe'. Jadi, mulai dari hidangan ini sampai hidangan terakhir kecuali dessert, Imelda selalu rajin membubuhi cabe di setiap hidangannya. Ada apa dengan perut Imelda???

Ditengah-tengah makan, mbak Effie sempat memperkenalkan kami kepada Ibu Kim, pemilik resto ini yang ramah dan sangat 'lady' sekali. Beliau ini orang asli Vietnam yang sudah tinggal di Indonesia bertahun-tahun. Beliau rupanya mampir ke resto nya karena harus mempersiapkan katering untuk komunitas orang prancis. Dan memang karakter dari pelanggannya resto ini kebanyakan datang dari Perancis dan Vietnam. Sekalian saja ya saya informasikan bahwa memang resto ini juga menyediakan servis untuk pesta-pesta di rumahan. Jadi, bisa tuh kita pesen makanan di resto ini untuk pesta di rumah kita.

Setelah 3 makanan, perut kami ternyata masih lapar saja. Oleh karena kami bingung dengan menu yang ada di resto ini, maka kami pasrahkan diri kepada mbak Effie untuk memilihkan kami makanan yang di rekomen oleh beliau. Beliau ternyata menyarankan agar kami mencoba Thai Rice with Shaking Beef. Hidangan ini terdiri dari sebongkah nasi Thailand, daging masak dan 2 macam sayur. Dagingnya adalah daging sapi, yang diambil adalah has dalamnya. Rasa daging masak ini seperti opor daging (kok tiba-tiba jadi inget lebaran ya????). Nasinya karena dari Thai, ya pastinya pulen sekali lah. (Di lidah saya yang sedang diet anti nasi dan akhirnya mencoba makan nasi dari beras merah dan beras pecah kulit yang rasanya keras itu, rasa nasi Thai ini kok 'lewat' aja ya saking pulennya. He he he...). Sedangkan 2 macam sayurannya adalah sejenis salad dan acar. Acarnya bisa bikin mata berkedip-kedip saking kueecuut nya.

Ketika kami hendak menutup dinner kami, ternyata kami di beri bonus oleh mbak Effie (untuk yang kesekian kalinya....sering-sering ya...hua ha ha.....) untuk mencicipi hidangan yang belum ada di list, tapi akan ada untuk menggantikan menu lain yang jarang di pesan orang. Hidangan ini adalah Pho. Pho? Iya....mie Vietnam. Bentuk hidangan ini mirip sekali dengan pho yang ada di resto Pho Hoa. Tapi, Pho di resto ini agak kurang gurih bila dibanding kan dengan yang di Resto Pho Hoa. Rupanya, ini semua karena Pho di resto ini tidak memakai vetsin, jadi kuahnya itu purely dari rebusan tulang dan daging yg direbus selama 8 jam. Bagi saya, hidangan ini rasanya tambah advanced bila di bubuhi dengan saos kacang warna coklat tua yang rasanya mirip tauco. Hmm…yummy….

Oh ya, ketika kami asyik melahap Pho ini, mbak Effie juga mengajari kami bagaimana cara membaca kata Pho yang benar di dalam bahasa Vietnam, yaitu Fe. E nya itu di lafalkan sama seperti ketika kita mengucapkan kata sepatu. Ooo....gitu toh, mbak...

Sebagai penutup, kami memilih Pudding of the Day, yaitu Sweet Corn. Hidangan ini adalah jagung manis yang dicampur dengan santan. Aroma santan di hidangan ini sangat kuat, sehingga mengingatkan saya akan hidangan berbuka puasa yang kadang-kadang pakai santan. Rasa hidangan ini tentu saja manis, pas sekali untuk menutup acara makan-makan kami yang berselera ini.

Empat hidangan yang kami pesan pun di bandrol seharga Rp 115.000.

Hal menarik yang saya temui di resto ini adalah:

1. Semua hidangan selalu di sajikan dengan sebongkah campuran sayuran segar yang dicampur dengan bahan lain sebagai makanan utama dan beberapa lembar sayuran segar lainnya yang di tempatkan di pinggir piring sebagai penghias tapi bisa sekali untuk dimakan, seperti daun mint, dll. Persis kayak lalapannya orang Sunda. Sehat sekali komposisinya.
2. Mbak Effie sempat berbagi info bahwa resto ini juga menanam sendiri sayur-sayurannya di kebun milik sendiri sehingga di jamin aman dari pestisida. Jadi, bagi yang perlu sayur segar, silahkan hubungi..... (Lho, kok malah jualan sih!!!)
3. Balik lagi ke soal kopi susu yang saya minum (dasar pengopi!!!!!), ternyata resto ini juga menjual kopi Aroma dalam bentuk pak, terutama jenis spesial – yaitu campuran antara robusta dan arabika. Jadi, tidak usah jauh-jauh ke Bandung lagi deh untuk mencicipi kopi Aroma yang terkenal itu. Kopi Aroma memang masuk dalam catatan penting dalam kamus hidup saya mengenai kopi sebagai kopi yang advanced dalam aroma maupun rasa.
4. Ada beberapa makanan yang perlu ’kursus singkat’ dulu untuk mengetahui bagaimana cara menyiapkannya sebelum di pindahkan ke mulut. Biasanya, para pelayan atau bahkan mbak Effie sendiri akan meng-educate anda dalam hal ini. Jadi, jangan sungkan-sungkan untuk bertanya lah. Ingat lho, malu bertanya – sesat di WC.

Setelah puas melahap makanan, maka kami menutup makan malam kami dengan berkunjung ke gallery resto ini yang terletak di lantai 3. Bentuk gallery nya ternyata sudah berubah bila dibandingkan ketika kami pertama kali ke resto ini dulu. Bedanya adalah sekarang gallery ini ditutup oleh sebuah pintu dan barang-barang yang di jual pun lebih banyak lagi. Gallery ini menjual semua barang khas Vietnam, mulai dari alat-alat makan, pakaian, selop, patung mini, pajangan, lukisan, rak wine single, dll.

Akhirnya dinner pada malam itu berakhir dengan segala kesan yang mendalam. Bukan saja makan dengan makanan yang enak dan sehat, tetapi juga senangnya hati bisa ditemani ngobrol oleh mbak Effie yang ternyata punya pengalaman yang banyak soal travel dan makan dan juga tukang ngobrol seperti kita-kita ini. (Trus, abis ini apa mau bikin 'Arisan Part 2' ?????)


27 April 2004

Kafe Kopi Luwak - Mal Citraland & Duerkop Espresso Maker

Pada hari minggu yang lalu, saya bertemu seorang teman, orang Indonesia yang sekarang berdomisili di Jerman, yaitu Jo.

Sambil mengadakan acara quick breakfast dan ngobrol ngalor ngidul tentang pengalaman dan suka dukanya beliau hidup di negri nun jauh di mata, beliau juga membawakan titipan saya, yaitu sebuah espressomaker untuk 3 cups dari brand Duerkop.

Setelah quick breakfast, Jo dan saya lalu mampir ke toko Fuji Film di Mal Ciputra untuk melihat hasil cetakan foto-foto beliau sebelum mendarat di Indonesia. Waktu selesai mengambil foto, Jo tiba-tiba nanya: "Apaan nih? Kopi Luwak?" sambil menunjuk kafe ngopi di sebelah toko Fuji Film. Akhirnya kami mampir sebentar untuk ngicipin kopi di kafe ini.

Kafe Kopi Luwak
Mall Ciputra
Lt.1 Unit I


Seingat saya, saya pernah kok mampir di kafe yang sama di Mal Kelapa Gading beberapa waktu yang lalu, sehingga saya pun sudah tau kalo kopi Luwak ini produksi dari pabrik kopi di Semarang.

Siang itu, kami masing-masing mencoba Kalosi Toraja dan Espresso.

Kata pelayannya, minuman kopi Kalosi Toraja ini memakai kopi jenis mild roast dari brand Kopi Luwak, sedangkan Espressonya memakai kopi jenis dark roast dari brand Kopi Luwak.

Yang mengherankan, Jo dan saya berpendapat bahwa rasa dan aroma dari Kalosi Torajanya ini kok hampir sama dengan bumbu kacang untuk rujak. Ini terutama bila Kalosi Toraja nya sudah dingin. Wah...jadi pengen ngerujak nih.

Kalo Espressonya sendiri, saya agak kecewa lah. Cream nya kok gak tebal dan pecah gitu. Tapi, ya dihabisin juga tuh sama Jo.

Harga secangkir kopi di kafe ini cukup masuk akal kok, karena total pengeluaran kami untuk 3 cangkir kopi ini kurang dari Rp. 30.000 lah.

Oh ya, kafe ini juga menjual produk mereka, yaitu bubuk kopi Luwak, Rp 15.000 se pak nya. Tapi semuanya udah di giling. Hmm....sayang banget ya gak ada yg masih dalam bentuk biji.

Akhirnya, pertemuan saya dengan Jo harus berakhir pada siang hari, karena beliau harus menyelesaikan beberapa pekerjaan sebelum bertemu dengan sang ibu tercinta.


Pengalaman Memakai Duerkop Espresso Maker

Pengalaman saya memakai espressomaker ini cukup memuaskan, karena mampu mempersingkat waktu saya untuk bikin kopi (kopi tubruk) yang biasanya memakan waktu hampir setengah jam (nunggu air mateng, dll) menjadi kurang dari 15 menit.

Kalo mau liat seperti apa bentuk dari espressomakernya, bisa di lihat di website mereka, yaitu:

www.duerkop.com

(Site ini berbahasa jerman, tapi bisa kok dicari versi inggrisnya, lalu klik bagian coffee and tea nya di kanan atas. Setelah masuk ke halaman baru, klik bagian coffee di kiri atas. Setelah muncul alat-alat untuk bikin kopi, langsung aja cari halaman 8 dan liat bagian espressomaker 3 tassen alias espressomaker untuk 3 cangkir…itu dia yang dibawain sama Jo).

Kalo boleh di review secara singkat (ini bagi yg belum pernah tau alat ini), espressomaker ini terbagi dari 3 bagian. Bagian bawah untuk tempat air, bagian tengah berbentuk saringan untuk tempat bubuk kopinya, dan bagian atas untuk tempat menampung air kopinya.

Sebelum dipakai, saya cuci dulu espressomaker ini lalu dipanaskan seperti halnya kita membuat kopi dengan alat ini, tapi tanpa kopinya – hanya dengan air, sebanyak 3 kali untuk mensterilkan alat ini. Ini adalah hal yang disarankan oleh Jo.

OK….sekarang waktunya praktek bikin kopi dengan alat ini.

Setelah saya memasukkan air ke bagian bawah alat ini (takarannya 3/4 dari tempatnya), saya tutup bagian bawah ini dengan bagian tengahnya yaitu saringan berbentuk seperti corong untuk memasukkan air ke botol (apaan ya namanya???). Lalu saya isi saringan ini dengan bubuk kopi (1/2 takaran dari tempatnya) dan menutup agak rapat kedua bagian ini dengan bagian atas, sehingga letak bubuk kopi ada di bagian tengah dalam dari bagian bawah dan bagian atas. Lalu saya panaskan espressomaker ini dengan kompor listrik.
(Sebetulnya Jo menyarankan untuk memanaskan espressomaker ini diatas kompor dengan api kecil agar hasilnya perfecto, tapi karena gak ada kompor biasa di tempat saya tinggal sekarang, ya terpaksalah pake pemanas listrik).
Setelah kira-kira kurang (banget) dari 10 menit, espressomaker ini akan panas dan uap mulai mengepul-ngepul keluar dari corongnya yang menandakan air kopi telah naik ke bagian atas. Tunggu beberapa saat untuk memastikan air kopinya naik semua. Abis itu, ya diangkat dan langsung dituang ke gelas.

Hasilnya ternyata air kopi nya lebih pekat daripada air kopi tubruk. Dan ingat, ketika uap mengepul-ngepul keatas, baunya juga tercium lho. Harum sekali. Wuiiihh!!!

Yang mengagetkan saya adalah ketika espressomaker ini saya buka untuk dicuci, ternyata ampas kopi nya ini kering. Berarti airnya benar-benar naik keatas semuanya tanpa tersisa.

Hanya satu yang saya sesalkan, bahwa bubuk kopi yang saya pakai ternyata terlalu halus untuk espressomaker ini, sehingga sebagian bubuk kopi ada yang ikut naik bersama air kopinya. Ini membuat saya tidak bisa langsung menuang air kopinya ke gelas ketika air kopi telah masak, tapi harus ditunggu sebentar agar bubuk kopi yang ikut naik untuk turun dulu.
Ini berarti espressomaker ini harus dipadankan dengan bubuk kopi yang gilingannya agak kasar ya.
Hemmm, kayaknya mesti beli bubuk kopi baru nih.

Overall, saya puas banget dengan espressomaker ini.

Thanks banget untuk teman saya, Jo, yang ikut andil dalam memberi pencerahan bagi saya tentang kopi.

23 April 2004

Coffee Tasting: Kopi Bangka

Beberapa minggu yang lalu, saya dikasi Kopi Bangka oleh Devi yang sedang hamil besar. Si jabang bayi ini kelihatannya bakal melihat dunia beberapa minggu lagi. Saya agak surprise waktu melihat perut buncitnya Devi ini, abis besar banget dan kelihatan penuh sesak…seperti naik bus transjakarta pas jam pulang kantor. Wadaww!!! Tapi, si Devinya senang-senang aja tuh. Maklumlah, anak pertama sih.

Anyway, Devi ini tau banget lah kalo saya ini pecinta kopi. Jadilah dia titip kopi dari daerah asalnya dia, Bangka, untuk di cicipi. Devi bilang, kopi ini di olah di Bangka dengan cara tradisional yang biasa dipakai di kampumg-kampung dengan alat-alat yang sederhana, seperti disangrai diatas tungku tanah liat, dll. Sehingga dia wanti-wanti agar tidak kecewa bila rasanya kurang nendang.

Disini saya akan berbagi tentang cita rasa dari kopi ini, dan juga sambil membandingkan dengan kopi Pontianak yang saya cicipi beberapa waktu yang lalu.

Kopi ini dibungkus oleh kertas coklat yang waktu saya masih SD dulu dipakai untuk sampul buku. Di depan nya, ada stempel merk kopi ini, Kopi Bangka-Sumatra cap Mobil Sedan. Iya....cap mobil sedan....wong ada gambar mobil sedannya tuh. Sebelum kertas coklatnya dibuka, bau dari kopi ini sudah tercium, baunya agak berat di hidung ya. Waktu kertas coklatnya dibuka, di dalamnya ada lapisan plastik yang melindungi kopi agar tidak berceceran bila kertas coklatnya sobek dan mungkin juga untuk menjaga agar aroma kopi ini tidak menguap.

Kalo dilihat dari warna bubuk kopinya, warna kopi Bangka ini lebih gelap daripada kopi Pontianak. Warnamya seperti tanah yang paling subur yaitu humus.

Ketika saya mencium bau kopi Bangka sebelum diseduh, kopi ini bau nya kaya sekali. Ada bau buah-buahannya, ada bau kacang gosong dan ada sedikit bau segernya. Ketika membaui kopi bubuk ini, sepertinya kuping saya turut menari-nari karena adanya bau buah-buahan di bubuk kopi Bangka ini.

Sebelumnya, sekedar perhatian saja, kalo nyium kopi itu harus agak hati-hati, jangan terlampau dekat. Kenapa? Coba aja kalo nyium kopi terlaku dekat, apalagi sambil di-endus-endus, maka serbuk kopi akan sedikit berhamburan dan terbang kemana-mana. Alhasil, baju dan terutama hidung anda akan ada hitam-hitammya. Gak lucu khan.

Ketika saya menyeduh kopi Bangka ini, aroma yang saya cium hampir mirip dengan bau kopi sebelum diseduh. Namun bedanya, bau buah-buahan nya di kopi ini semakin menonjol ketika kopi sudah diseduh selama 3 menit. Tapi kalo nyium baunya lebih daleman dikit, kadang-kadang suka ada bau gosong diantara bau buah-buahannya itu.

Waktu saya meminum kopi Bangka ini, saya merasakan kopi Bangka ini cukup punya karakter di mulut saya. Cita rasa kopi ini mengalir lembut mulai dari dinding atas mulut saya dan lidah bagian atas, lalu turun ke tenggorokan atas, dan mengalir cepat ke tenggorokan dalam. Ketika kopi masih berada di antara dinding atas mulut dan lidah bagian atas, saya bisa merasakan ada rasa bergema di mulut bagian kiri dan kanan, dari satu level ke level lain yang lebih tinggi. Kata temen saya yang juga penggemar kopi, ini ibaratnya ada musik di mulut kita yang dimainkan oleh sebuah orkestra. Jreng...jreng...jreng.... Dari nada pelan naik ke nada cepat. Efek ini mungkin terjadi karena rasa dari kopi Bangka ini semakin lama semakin naik. Mula-mula rasa pahit, lalu naik ke rasa asam dan akhirnya turun lagi ke rasa yang lebih jernih.

Kalo soal keasaman dari kopi ini, asam di kopi ini tidak terlalu dominan sekali. Mungkin boleh dibilang asamnya itu dapat diasosiasikan sebagai rasa segar di kopi ini. Jadi bukan rasa asam yang biasa ditemui di kopi instant yang bisa bikin muka berkerut. Dari sini, saya memperkirakan bahwa kopi Bangka yang saya cicipi ini termasuk kopi robusta berkarakter ringan. Kalau kopi Pontianak yang saya coba beberapa waktu lalu kelihatannya datang dari jenis robusta berkarakter berat.

Rasa dari kopi Bangka ini pas ya di mulut saya. Kombinasi antara pahit yang wajar, diselingi sedikit asam. Bener-bener pas di mulut saya yang doyan kopi tubruk ini.

Kalau soal tingkat kekentalan dari kopi Bangka ini, saya agak kaget dengan apa yang saya lihat. Bubuk kopi nya sih boleh lebih hitam dari kopi Pontianak. Tapi waktu saya tuang ke gelas bening, saya benar-benar kaget dengan warna air kopinya, yaitu hitam jernih dan tidak terlalu pekat. Ini juga terbukti ketika saya campur kopi Bangka ini dengan susu, maka warnanya langsung menjadi coklat muda. Ini beda dengan kopi Pontianak, yang kalo saya campur dengan susu maka hasil akhirnya akan berwarna abu-abu gelap.

Ketika kopi Bangka ini telah masuk ke kerongkongan dalam, rasa akhir di dalam rongga mulutnya itu masih menempel disana agak lama, kira-kira 2 menit. Rasa akhirnya sedikit lebih ringan daripada rasa awal ketika kopi ini baru masuk ke mulut saya.

Secara umum, saya dapat mengambil kesimpulan bahwa kopi Bangka ini cocok sekali diminum sebagai kopi tubruk. Aromanya yang pas dan kekentalan yang cukup membuat kopi ini agak tidak cocok untuk dicampur susu atau krim. Kalo mau dicampur susu atau krim sih boleh aja, tapi sayang banget deh. Karena hasil seduhan kopi ini tuh sempurna banget sebagai kopi tubruk. Pas di lidah, euy!

Sampai jumpa di pengicipan kopi selanjutnya.

20 April 2004

Coffee Tasting: Kopi Pontianak

Pada hari Sabtu yang lalu, saya beruntung sekali dapat menghadiri suatu kelas Coffee Cupping di Caswell’s Mom, yaitu kelas untuk belajar mengenai kopi dan cara menikmatinya.

Cara menikmati kopi? Iya!! Menikmati kopi. Ternyata menikmati kopi tidak hanya terbatas dengan cara meminumnya saja, tetapi juga bisa dengan cara menyeruputnya, mencium aromanya sebelum dan sesudah diseduh, melihat kepekatannya, dll. Hampir mirip lah dengan cara wine tasting.

Tentu saja saya tidak bisa menjelaskan secara detail pelajaran Coffee Cupping ini seperti apa, karena terlalu detail sehingga akan membosankan.

Yang saya ingin jelaskan disini adalah praktek saya terhadap pelajaran Coffee Cupping itu di dalam kehidupan sehari-hari saya.

Kebetulan, saya mempunyai kopi yang belum saya hayati secara baik-baik. Kopi ini adalah kopi Pontianak, pemberian dari sahabat saya, Tiur. Tiur memberikan kopi ini ketika saya mengadakan Tur de Kopi beberapa waktu lalu.

Tiur bilang, kopi ini dia beli di Toko Obor yang terletak di Jl. Tanjung Pura, Pontianak. Tapi Tiur tidak tahu apakah ini kopi arabika atau robusta. Wah, sayang sekali ya.

Nah, saya ingin sekali berbagi tentang cita rasa kopi ini sekalian mempraktekkan ilmu yang saya dapat dalam kelas Coffee Cupping yang lalu.

Sebelumnya, review saya tentang kopi ini akan saya lakukan dalam Bahasa Indonesia, jadi jangan heran kalo bahasanya agak ajaib, dan penilaiannya bersifat subyektif.

---------------------------------------------

Kopi Pontianak

Kepekatan menyangrai: Agak pekat, karena warna dari kopi ini seperti tanah, yaitu coklat tua sekali.

Bau kopi sebelum diseduh: Kopi ini kok bau nya sangat lembut sekali, bahkan lebih lembut dari kopi smoothnya SB. Bahkan secara ekstrem, hidung saya merasakan bau tanah kalo menghirup bau kopi ini dekat-dekat. Karakter dari kopi ini juga seperti tanah, yaitu padat dan lembab.

Aroma setelah di seduh: Setelah diseduh pun, seperti halnya ketika belum di seduh, aroma kopi ini tidak terlalu kuat. Jangan-jangan, karakter kopi ini memang soft dan mellow ya.

Keasaman: Kopi ini rasanya agak datar, dimana lidah saya hanya mengecap rasa kopi saja yang agak pahit itu tanpa harus terganggu dengan keasaman yang biasanya menyertai kopi pada umumnya. Karakter seduhan kopi ini juga agak kering di mulut, tipis lah bahasa gaulnya, dan efek rasanya lebih terkonsentrasi di dinding mulut bagian atas.

Rasa: Datar – agak cemplang sedikit - dan pahit, tapi tidak terlalu pahit banget sih dan tidak berbobot berat sehingga tidak membuat wajah saya menyeringai kepahitan.

Tingkat kekentalan: Berat dan pekat, bahkan ketika di campur dengan susu pun masih kelihatan sekali kepekatan kopi ini.

Rasa akhir di dalam rongga mulut: Setelah ditelan melewati tenggorokan, rasa kopi ini hilang dengan cepat.

Pendapat umum: Aroma dari kopi ini biasa saja dan lembut. Tetapi kekentalannya cukup tebal. Sehingga kopi ini rasanya cocok utk peminum yg tidak mementingkan aroma tapi mementingkan ketebalan dan kekentalan kopi. Kopi ini cocok diminum bila di campur susu atau krim. Atau mungkin bagi para pengopi yang perfeksionis, kopi jenis ini dapat di campur dengan jenis kopi lain yang kalah di tingkat kekentalan tapi menang di aromanya, sehingga menciptakan hasil akhir kopi kental yang beraroma kuat.

21 March 2004

TOUR DE KOPI - 20 Maret 2004

Akhirnya, pada hari Sabtu (20 Maret 2004), saya berhasil merealisasikan mimpi buruk saya….yaitu tour ngopi di seputaran Jakarta. Mimpi buruk ini mampu di realisasikan karena ajakan Imelda waktu acara ketemuan sama Peter Pramono di Resto Ikan Tude. Imelda ini ternyata diam-diam ternyata juga kopi mania
Cuman waktu mau melaksanakan tur ini, saya udah panik duluan. Duh, gak ngebayang deh gimana pusing nya kepala di hantam sama kopi seharian. Lho, padahal saya ini khan meng-klaim diri sendiri sebagai pecinta kopi...gak bisa hidup tuh tanpa kopi sehari saja...ceeeiiileeee....
Tapi apa boleh buat, janji harus ditepati, dan sekalian ngetes seberapa kuat ketahanan tubuh saya terhadap si kopi ini.

Saya dan Imelda janjian untuk ketemu di:

Kedai Kopi Phoenam – Coffee Shop & Restaurant
Jl. KH. Wahid Hasyim No. 88
Jakarta
Tel: 021-3192-4369

Waktu itu, kayaknya saya deh yang pertama kali datang.
Kedai Kopi Phoenam (KKP) ini rupanya memang suasananya sangat kedai sekali. Very simple...sebuah ruangan yang di kasi meja kaca dan kursi rotan. Sangat bersih deh. Ketika kita masuk, di sebelah kanan itu ada meja bar yang berfungsi sebagai receptionist merangkap kasir dan pas disebelah nya itu ternyata dapurnya. Wah...menarik nih.

Ketika saya tanyakan kepada waitress jenis minuman kopi apa saja yang menjadi andalan dan favorit di KKP ini, sang pelayan yang manis itu pun menjawab Kopi Susu Phoenam. Lalu saya pun memesan kopi susu ini sambil menunggu Imelda yang terkena macet. Karena dapurnya yg kelihatan jelas, karena ada di sebelah bangku saya, saya pun dapat melihat proses pembuatan kopi susu yg saya pesan. Kopi Toraja Makassar di seduh dengan air mendidih. Waktu di saring, letak saringan yg mirip kaos kaki itu – saking panjangnya – agak jauh dari gelas tempat menampung air hasil saringan. Proses seperti ini dilakukan bolak balik – bolak-balik disaring – mungkin sampe 4 atau 5 kali. Abis itu kopi yg telah disaring ini dicampur dengan susu kental manis nya Carnation dan hasil adukan kopi dan susu ini di tuang ke gelas lain dengan cara gelas yg berisi kopi dan susu ini diangkat tinggi-tinggi lalu dituang ke gelas lain...persis kayak bikin teh tarik...tapi sekali tuang saja, sehingga menghasilkan kopi susu dengan busa yg banyak dan meriah euyyy!!!!! Busanya persis busa sabun deterjen lho. (Ini berarti teori crema nya Adi si peminum kopi dan si tukang masak gak berlaku ya...)

Rasa dari kopi susu ini sangat enak. Kopinya masih terasa dan terasa sekali kalo manisnya minuman ini berasal dari susu kental manis nya. Busanya itu lho yg bikin kaget.....tebel amat kayak busa deterjen.

Sambil nungguin Imelda, waktu saya melihat sekeliling, ternyata para tamu yg datang ke sana adalah orang-orang – waktu itu laki-laki semua – yg memang mau santai dan duduk ngobrol dengan teman-temannya serta ngopi-ngopi sambil ngomongin soal bisnis. {Gak usah saya kasi tau khan jumlah nominal rupiah yg mereka bicarakan :)))))) }
Jauh lah dari model kedai kopi di mal atau plaza yg most of the guests yg datang kesana itu kemungkinan hanya untuk ’melihat dan dilihat’.

Ketika Imelda datang, dia pun mencoba minuman yg sama. Waktu liat di list menu, ternyata specialties lain dari KKP ini adalah roti bakar. Akhirnya kami memesan juga roti bakar di KKP ini. Kami makan dua roti bakar, tapi yang paling saya ingat adalah Roti Bakar Sardencis. Enak lho....
Secara garis besar, pembuatan roti bakar disini cukup sederhana. Bahan untuk isi, yaitu sarden, di panasin atau dimasak dulu, abis itu ditaruh di atas roti yang sudah dibakar, lalu ditutup roti lagi. Bentuk rotinya mirip roti bakar Eddy lah.

Kami pun sempat ngobrol-ngobrol dengan salah satu pemilik KKP ini, yaitu Pak Afu. (Awalnya sih pake alasan hanya mau menyampaikan titip salam dari Pak Henry Dharmawan yang mau buka cabang KKP ini di Kemayoran. Hehehehe....)
Kata Pak Afu, andalan dari KKP ini memang kopi dan roti bakar. Kopi yg dipakai KKP ini memang kopi Toraja dari Makassar, yg kata beliau belum ada yg ngalahin dalam soal rasa. Di KKP ini ternyata juga menjual – dalam kiloan atau gram - kopi bubuk Toraja (Arabika, Robusta dan special) dan juga teh. Teh dan kopi ini langsung dikirim dari pabrik yang dirahasiakan namanya di Makassar.
Ketika ditanya mengenai konsep dari KKP ini, Pak Afu ternyata lebih senang bila konsep KKP dikategorikan sebagai warung. Wah....humble sekali ya Pak Afu ini.
Ternyata, Pak Afu ini juga tidak segan-segan lho untuk turun tangan melayani para tamu, terutama teman-teman dekatnya. Saya lihat beliau beberapa kali ke dapur hanya untuk membuatkan kopi teman-temannya.

Oh ya, bagi yang udah pusing kena kopi, disini juga tersedia air putih yang free refil dan dibandrol cuma Rp 500 saja.

Overall, makanan dan minuman di KKP ini sangat terjangkau, karena semuanya dibandrol antara Rp 5,000 sampai Rp 12,000. Jadi, kalau memang kita mau minum kopi tapi bukan kopi ala kafe, jadi kopi ala warung tapi udah upgrade dikit, yah tempat ini memang a place to go lah. Tempatnya juga OK kok kalo buat ngobrol, walaupun tempat nya ini tidak semegah cafe-cafe tempat ngopi pada umumnya. Ah, udah lah, ngopi dimana aja OK khan....

KKP ini juga buka cabang di Plaza Mandiri yg di Jl. Gatot Subroto, dan 2 cabang lagi ada di Makassar, yaitu di Ruko Topas dan di Jl. Jampia.

Setelah puas makan dan minum di KKP, kami pun mampir sebentar ke Bakoel Koffie (BK) di Jl. Cikini Raya No. 25, sekedar untuk melihat bentuk dan suasana kedai ini. Tempat nya bagus dan cozy ya, karena di sini anda akan banyak menemukan sofa dan permainan semacam catur, dll. Jadi, kalo lagi bete, bisa kok nyantai sambil main halma di kedai ini. Tapi, coba lihat bangunannya deh....kuno banget, persis seperti bangunan jaman Belanda yang ada di daerah Kota. Wah, unik sekali ya...

Lalu setelah nengok-in BK di Cikini, kami pun bertandang ke BK yang terletak di:

Bakoel Koffie
Jl. Barito II / No. 11 A
Kebayoran Baru
Jakarta
Tel: 021-722-8353
www.bakoelkoffie.com

Sebetulnya, BK yang pengen saya tuju itu yg ada di Jl. Kemang Raya, yaitu BK yg terdiri dari 2 lantai, dan di lantai 2 nya itu kita bisa leyeh-leyeh karena banyak sofa nya. Tapi kok nyasar ke yg di Barito ya. Wah, udah agak pusing kena kopi kali ya. Hehehehehe….. Ternyata, BK yg ada di Barito ini merupakan kantor pusat dari seluruh BK yang ada di Jakarta. Wah, kalo gitu nyasarnya saya OK juga ya.

BK di Barito ini cuma satu lantai (sebetulnya 2 lantai, tapi lantai 2 itu dipakai untuk kantor) dan agak kecil, yah muat 6 atau 7 meja lah ditambah dengan bar kopinya. Di daerah belakang, BK ternyata menyimpan mesin untuk nge-roast biji kopinya. Kata barista disini, hanya beberapa kedai di Jakarta yang punya mesin seperti ini. Mesin nya gede banget. Kita bahkan sempet dikasi tau gimana cara nge roast pake alat ini. Wuih, exciting banget! Simple sih, tapi kalo gak pake feeling, tetep aja gosong jadinya.
BK juga menjual beberapa alat untuk bikin kopi, seperti coffee press, pembuat kopi ala Vietnam, etc. Harganya juga reasonable kok. Saya juga sempet dikasi tau cara bikin kopi Vietnam pake alat yang ada di BK ini. Sekali lagi, exciting banget, udah kayak barista beneran.

Untuk soal kopi, kami di kasi tau oleh barista di BK ini bahwa BK punya 3 macam biji kopi, yaitu Heritage 1969, Black Mist dan Brown Cow.
Heritage 1969 ini, ketika saya cium, aroma nya kuat sekali. Biji kopi ini adalah blend dari kopi yang diambil dari Sumatra Utara yg terkenal dengan aroma nya yang kuat dan kopi yang diambil dari Sumatra Selatan yang terkenal dengan rasanya yang bittersweet.
Brown Cow, ketika saya cium, aromanya agak-agak antara kuat dan mellow. Biji kopi ini adalah blend dari kopi yang diambil dari Sumatra Utara dan Jawa.
Sedangkan Black Mist, di hidung saya kok baunya lembut amat ya. Biji kopi ini adalah blend dari kopi yang diambil dari Sulawesi dan Jawa.

Setelah melihat-lihat papan tulis yg dijadikan sebagai menu, maka saya memilih kopi Turkish, sedangkan Imelda memilih Black Koffie.

Kopi Turkish yang saya pesan adalah kopi Black Mist yang direbus...ya...direbus sama air tentunya, lalu di saring. Ketika masih panas, aroma dari kopi ini tidak tercium dengan jelas. Tapi anehnya, kalo kita sabar menunggu sampai kopi ini dingin, maka aroma nya akan tercium, harum sekali.

Sedangkan Black Koffie-nya Imelda sangat heboh baunya. Kopi yang dipakai adalah Heritage, dan baunya itu lho....harum-harum mengepul di hidung. Wuah...asik banget.

Overall, 2 minuman ini di bandrol seharga Rp 25,000.

Kami juga sempat ngobrol-ngobrol sama yang punya BK ini, yaitu Mas Hendra Widjaja. (Seperti di KKP, awalnya pake alasan mau menyampaikan salam dari Adi si tukang masak yg merupakan reguler guest dari BK ini. Hehehehehe...alasan aja lo Trid!!!!)

Mas Hendra merupakan generasi ke 4 dari keluarga Tek Sun Ho, pendiri BK. BK sendiri didirikan tahun 1878. Duh, jaman dulu banget ya!
Banyak juga yang kami obrol kan. Termasuk tentang asal muasal nama Bakoel Koffie. Ini rupanya berakar dari bakul nya sang mbok-mbok penjual kopi (makanya simbol dari BK adalah mbok-mbok yang lagi manggul bakul) yang termasuk pemasok utama Toko Kopi Tek Sun Ho pada jaman itu yang masih beralamatkan di Jl. Hayam Wiruk di Jakarta. Lalu ejaannya – Bakoel Koffie – yang merupakan ejaan lawas banget yang menandakan bahwa pada jaman itu Belanda masih bercokol. Mmm...interesting ya.
Dari sini juga ternyata Mas Hendra belajar tentang perkopian. Ya itu, dari kecil sudah nemenin bapak ibu serta kakek nenek untuk mengolah kopi. Lama-lama khan pengetahuan dan kesensitifan terhadap kopi bisa makin advanced.

Mas Hendra menerangkan bahwa biji kopi yang dia pakai di BK adalah biji kopi pilihan yang diambil dari pabrik yang namanya di rahasiakan yang merupakan langganan BK ini. Si Mas Hendra ini, walaupun percaya dengan pabrik langganannya ini, ternyata tetap saja mengetes setiap kiriman biji kopi yang datang dengan indra penciuman dan pengecapnya yang sensitif terhadap kopi itu. Dia memang kelihatannya tidak mau main-main dalam urusan kwalitas dari kopi yang dipakai di kedainya. Dan untuk untuk menjaga kualitas dari kopi di BK, Mas Hendra bilang semua biji kopi yang di pakai di BK itu fresh. Dan kira-kira setelah 2 minggu or so, biji kopi yang tidak terpakai akan di singkirkan. Beliau juga keberatan bila kopinya di jual bebas di supermarket. Kata beliau: ”Nanti gak eksklusif lagi dong.”
OK deh.

Saya juga agak impressed ya ketika Mas Hendra bilang bahwa beliau mau mempertahankan BK yang di Cikini karena struktur bagunannya yang masih konstruksi jaman dulu banget. Ketika memutuskan untuk buka BK di sini, beliau bilang bahwa interior maupun eksteriornya masih asli dari bangunan lama, hanya sedikit saja yang diganti, karena beliau ingin mempertahankan ciri asli dari bangunan ini.

Selain di Barito dan Cikini, BK juga buka cabang di Pondok Indah Mall.

Ketika asik ngobrol-ngobrol, tiba-tiba saya dapat telpon dari Tiur yang mau gabung. Akhirnya, setelah Mas Hendra pamit mau ke tempat lain (bete ya, Mas, ngobrol sama 2 orang yg cerewet nanya melulu....heheheheheee.....) dan Tiur sampai di BK, maka kami memutuskan untuk melanjutkan tur ke Tornado Coffee (TC), tempat yang pernah dikunjungi beberapa anggota JS ketika kopdar dengan Tante Lim Kim Soan.

--------> Dalam perjalanan dari BK ke TC, kepala saya kok sudah mumet ya. Wah, efek kopinya mulai muncul nih. Kepalanya sih gak nyut-nyutan banget, tapi kok sedikit cenat-cenut ya? (Lho...apa bedanya sih???)
Jangan-jangan saya kurang minum air putih dan belum makan ya.

Tornado Coffee
Jl. Bangka Raya No. A3
Jakarta
Tel: 021-7179-2662
www.tornadocoffee.com

TC ini terbagi dua, yaitu bagian luar dan dalam. Di bagian luar di teras depan, yaitu beberapa bangku dan meja, bersisian dengan tempat parkir mobil, adalah tempat ngopi bagi para perokok. (Mmm..kayaknya asap rokok bisa bergabung sama asap mobil nih. Hehehehheee.....) Sedangkan yang gak suka asap rokok bisa ngopi di dalam.

Ketika kami sampai di TC, kami langsung di sambut oleh Mas Herson, sang pemilik TC. Memang dari awal saya udah bilang sama beliau bahwa kami-kami ini mau datang, supaya bisa puas ngobrol.

Ketika di persilahkan untuk memesan minuman, saya langsung memesan Tornado Blend rasa Mocha yang merupakan salah satu Cold Specialtiesnya TC. Saya memang waktu itu perlu yang seger-seger, biar mumet 7 kelilingnya hilang. Minuman ini katanya sih house spesialnya TC yang terbuat dari espresso yang diatasnya dikasi whippied cream. Minuman ini seger dan yah....mumet nya sempet hilang sih. Apalagi dapet air putih segelas gede, gratis pula.

Minuman saya ini di bandrol seharga Rp 20,000.

Setelah minuman datang, saya mempersilahkan Imelda dan Tiur untuk meng-interogasi Mas Herson. Kalo saya, cukup sebagai pendengar saja. Walau juga nanya dikit-dikit, sebenarnya saya udah agak familiar dengan isi kuliah nya Mas Herson mengenai kopi. Khan udah pernah liat bareng JS. Oh ya, Mas Herson ini, atas petunjuk dari saya (kayak Pak Harto aja), pernah di wawancarai oleh Women Radio lho untuk topik talk show mereka tentang kopi.

Isi dari interogasi Imelda dan Tiur asik juga sih untuk diikuti. Mulai dari pemilihan nama Tornado. Kenapa? Ya karena Mas Herson ingin nama kedainya di ingat orang dan gak susah untuk di hapal. Lalu Mas Herson juga menerangkan proses pemilihan biji kopi untuk TC dan cara membuat kopi yang baik, termasuk cara bikin kopi waktu musim panas dan musim hujan. Tapi kok saya gak inget ya. Ya itu, mumet nya kambuh lagi tuh.

Pak Herson menerangkan konsep dari TC itu sendiri. Ternyata beliau ini ingin sekali memberikan konsep nyaman dan friendly bagi para tamu yang datang. Jadi konsep TC tidak hanya sebagai tempat beli kopi, tapi juga sebagai tempat untuk kongkow dengan teman, rapat dengan klien bisnis, bekerja bahkan untuk ngelamun. (Yang terakhir ini saya yang nambahin kok. Hehehehehe....). Bahkan beliau juga sempet menceritakan profil dari pelanggan yang sering datang ke TC. Mulai dari para tamu yang datang dengan celana pendek, sampai ada tamu spesial yang katanya kalo datang ke TC itu kayak ngantor aja – dari pagi sampai malam. Jadi orang-orang yg datang ke TC tuh ternyata lebih hapal dengan si tamu spesial ini yang ngantor di TC ini daripada dengan Mas Herson. (Duh, kasian amat, Mas....). Jadi, kata Mas Herson, kalo datang ke TC, di jamin deh gak bakalan diusir kalo duduk ber jam-jam walau cuma mesen segelas kopi.

Mas Herson juga menjelaskan bahwa skill yang dia punya mengenai perkopian itu didapat mulai dari rasa ingin tahunya yang besar mengenai kopi (karena memang beliau suka banget ngopi), lalu mulai belajar sendiri dari ngobrol-ngobrol maupun baca buku, sampai...kalo sekarang...ya itu, dari masukan para pelanggannya yang sering datang ke TC dan banyak ngobrol sama dia.

Di TC ini juga menjual berbagai macam alat pembuat kopi. Tapi waktu saya lihat harganya, wih....mahal rek. Tapi mungkin kualitasnya juga bagus. Well, gak tau deh. Wong gak beli kok.

Sssttt....ada bocoran dari Mas Herson yang bilang kalo TC mau buka cabang di Jl. Kemang Utara. Wah...selamat ya!!!!!

Akhirnya perbincangan yang hangat pun harus diakhiri karena Mas Herson sudah ada janji lain sore itu.

Setelah berembuk kiri-kanan sampe benjol, akhirnya saya dan Imelda sepakat saja ketika Tiur membajak kami ke resto Lang Viet- nya mbak Effie. Iya lah...makan dulu aja....masa' di hajar terus-terusan sama kopi.

Resto Lang Viet
Wijaya Grand Center
Blok F36 / B
Jakarta
Tel: 021-720-6871

Gak susah kok nyari resto Lang Viet (LV) ini. Bagi yang tau Supermarket Cosmo, nah LV ini nih satu kompleks lah sama Cosmo. Apalagi, saya khan numpang mobilnya Tiur. Hehehehhe...

Nah, waktu masuk ke LV, ternyata sudah ada temannya Tiur yang sudah menunggu kami. Duh, kok lupa namanya ya. Pokoknya cantik lah...hehehehee.

Saya juga sejak awal masuk ke LV ini udah ribut sana sini nanyain apakah ada tempat pijet di dalam LV ini. Ini bukan karena kepala saya yang mau pecah lho. Tapi aroma dari LV ini mengingatkan saya pada tempat pijat refleksi langganan saya. Ternyata setelah seladak-selidik kiri dan kanan, saya baru tahu kalo aroma segar nan meng-kalem-kan badan yang saya cium itu berasal dari daun mint yang menjadi salah bahan masakan di LV ini. (Duh Trid, kalo mau pijet mah ke sebelah nya aja...jangan di sini atuh!!)

Di LV ini kami memesan berbagai macam makanan. Tapi saya bener-bener lupa menu yang kita pesan apa saja, karena lupa alias tidak ingat. Ya itu, balik lagi ke masalah mumet nya kepala lantaran dihajar sama kopi seharian. Weleh...weleh...kok ngene yo!!
Jeleknya lagi, di LV ini saya kok malah pesen kopi lagi. Duh...kok gak kapok-kapok ya.
Tapi kok Kopi Viet nya LV ini encer ya?

Tapi beberapa makanan yang kami pesan di LV yang masih saya ingat adalah:

1. Salad Mangga Muda – wah....mangganya bener-bener muda, cocok sekali buat ngerujak atau buat para ibu-ibu hamil yang sedang ngidam. Tapi memang rupa dan rasanya kayak rujak serut tuh.
2. Lumpia – nah, yang ini ada 2 atau 3 macam lumpia dalam satu piring. Kalo gak salah, yang satu direbus dan yang lainnya di goreng. Enak kok. Tapi inget, beda lumpia, beda saosnya lho. Jadi, saosnya ya ada 2 atau 3 juga. Saya bener-bener lupa isi lumpia nya apa, wong kepala sudah mau pecah tuh. Tapi pokoknya, rasanya enak kok.
3. Dessert yang namanya Xu Xe – kalo gak salah ini kayak kue ketan yang di isi dengan parutan kepala yg dikasi gula merah yang di masak di dalam daun. Wuah...baunya harum lho, bau nya daun. Hmmm.... Kalo udah ber ehm ehm gini gak usah dikasi tau kayak apa khan rasanya. Saya sempet juga bercanda sama mbak Effie, kalo namanya kue ini Xu Xe, makannya juga Xu Xe deh alias suseh..... Hehehehhee... Abis ribet amat. Sayang banget sama daunnya yang cantik. Lho kok bisa gitu? Penasaran khan? Ya udah...pada ke sini aja.

Mbak Effie sang GM nya LV sempat menemui kami. Beliau sempat minta maaf soal kopi Viet nya yang salah bikin. Dia pun baru tahu cara bikinnya kopi ini dari seorang tamu bule yang duduk di sebelah meja kami. Tapi kami ngerti kok, khan LV ini baru buka. Jadi cincay lah. Asal next time better aja.

Mbak Effie juga sempat menunjukkan kepada kami beberapa isi perut dari LV. Mulai dari daun-daun segar yang mereka pakai dalam memasak, kulit lumpia yang bentuknya bagus kayak tiker, dll. Beliau juga menunjukkan dapur tempat memasak dan lantai 2 dan 3 dari LV ini. Lantai 1 dan 2 memang dipakai untuk resto, sedangkan lantai 3 dipakai sebagai gallery untuk tempat display barang-barang Vietnam yang akan di jual dan sebagai tempat baca. Barang-barang yang dijual itu macam-macam, mulai dari tas, sandal, serbet, taplak, dll yang semuanya diambil dari Vietnam. Sedangkan lantai 4 dipakai sebagai kantor.

Pelayan di LV ini terutama para ibu tukang masaknya sangat ramah sekali. Mereka akan sangat senang sekali bila kita melihat-lihat dapur mereka. Mereka dengan senang hati menerangkan bahan apa saja yang dipakai waktu memasak. Hmmm....jadi kepikiran untuk belajar masak sama mereka. Bahkan saya sempat beberapa kali bercanda dengan mereka. Kata mbak Effie, mereka-mereka ini adalah orang yang sudah ikut bekerja bertahun-tahun dengan pemilik LV ini.

Mbak Effie juga sempet-sempet nya nunjukkin salah satu keajaiban yang ada di resto ini. Yaitu meja bercorak naga. Wah...temen gue dong. Khan gue shio naga. Jadi waktu itu, lampu ruangan dimatiin, lalu lampu di meja di nyalain...kelihatan deh naganya. Meja yang mana? Nah, liat aja sendiri ya.

Saya berjanji, pasti akan ke LV lagi deh. Tentunya dengan kondisi yang lebih baik lagi, yaitu belum teracuni kopi dan teman-teman sebangsanya.

Paling tidak, saya belajar satu hal lah. Gila kopi sih OK-OK aja, asal tau diri. Kalo di suruh bikin tour ngopi lagi....wah....ayo aja sih, tapi paling tidak persiapan mental, jiwa dan perbekalannya mesti mateng dulu lah. Kalo enggak, wah....nanti kepala bisa pecah lagi!!!!

Alhasil, saya lemas dan tidak bisa tidur semalaman. Kasian deh gue!!!!
Tapi memang, kadang-kadang kita tidak menyadari bahwa kandungan kopi yang dibikin di cafe-cafe bisa lebih tinggi kadar caffeine-nya dibanding dengan kandungan kopi yang di bikin di rumahan. Ini terbukti bahwa kalo di rumah atau kantor, saya harus minum 6 gelas kopi dulu, baru feel OK. Nah, begitu nyoba ngopi di kafe, baru 3 gelas aja udah mulai cenat-cenut.

BTW, lately, ketika saya belanja di StarMart yang ada di gedung kantor saya, saya sempat melihat kopi Warung Tinggi. Disana tercantum bahwa ini kopinya Tek Sun Ho sejak 1878. Hah??? BK dong?
Lalu ketika saya konfirmasikan ini kepada Mas Hendra, beliau mengamini bahwa kopi Warung Tinggi itu pemiliknya masih satu keluarga, masih generasi ke 3, Om nya lah kalo di hitung-hitung dalam urutan keluarga beliau. Dan memang kopi ini di produksi secara massal untuk di jual di pasar swalayan. Dan kalo soal rasa antara kopi Warung Tinggi dengan kopi di BK, Mas Hendra bilang: ”Silahkan di coba dan di bandingkan.”
Wah....mantaaaapppp jek!!!!!!

Salam ngopi,
Astrid

For any comment or question, please send email to: astrid-amalia@angelfire.com